Xinhua - Meskipun terus mendapatkan penentangan baik dari dalam maupun luar negeri, Jepang tetap bergerak cepat untuk melaksanakan rencananya membuang air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi yang rusak ke Samudra Pasifik, yang semakin mengobarkan kemarahan di kalangan masyarakat global.
Tokyo Electric Power Company (TEPCO) selaku operator PLTN Fukushima Daiichi mulai menguji coba peralatan untuk membuang air yang terkontaminasi nuklir ke Samudra Pasifik pada 12 Juni lalu. Proses uji coba terhadap fasilitas pembuangan tersebut diperkirakan rampung pada 26 Juni. Pembuangan air limbah nuklir yang dipimpin oleh pemerintah Jepang tampaknya sudah tinggal menunggu waktu.
Hampir 100 warga Jepang pada Selasa (20/6) berunjuk rasa di luar Kantor Pemerintah Prefektur Fukushima untuk menyuarakan penolakan keras mereka terhadap rencana pembuangan air limbah nuklir tersebut.
“Pemerintah mengatakan setiap hari bahwa operasi uji coba akan segera berakhir, membuat semua orang merasa bahwa pembuangan air limbah ke laut itu merupakan fakta yang sudah pasti, dan ingin kita menyerah. Namun, membuang air yang terkontaminasi nuklir ke laut sangatlah keliru, dan masih ada tempat untuk tangki penampungan air, jadi ini belum mencapai titik di mana itu (air limbah) harus dibuang (ke laut).”
"Air yang terkontaminasi nuklir dapat diencerkan, tetapi jumlah kandungan polutan nuklir yang dibuang tetap tidak berubah. Ini adalah sesuatu yang bahkan anak sekolah pun paham. Selain itu, di dalam air limbah itu tidak hanya terdapat unsur radioaktif tritium, tetapi juga 57 jenis zat radioaktif, seperti sesium dan strontium, yang tidak dapat dihilangkan."
Di Korea Selatan, sekitar 2.000 nelayan dan aktivis sipil pada pekan lalu berkumpul di Seoul untuk memprotes rencana pembuangan air limbah radioaktif Jepang ke Samudra Pasifik.
"Saya nelayan dari Yeosu, (Jeollanam-do). Ini adalah hal yang buruk, saya tahu, dan saya kira semua orang di negara ini juga mengetahuinya. Jika air yang terkontaminasi nuklir Fukushima memang aman (seperti yang diklaim oleh Jepang), maka air limbah itu bisa dibiarkan tetap berada di tanah Jepang alih-alih dibuang ke laut, menurut saya."
Sejumlah ilmuwan juga menyuarakan kekhawatiran mereka dalam konferensi pers baru-baru ini di Seoul, bahwa pembuangan tritium dari PLTN Fukushima Daiichi akan sangat membahayakan tubuh manusia.
“Ketika tritium masuk ke dalam tubuh, setidaknya sama berbahayanya dengan radionuklida lainnya. Dan dalam beberapa kasus, itu (tritium) dua kali lebih berbahaya dalam hal efek radiasi pada material genetik, pada protein, pada asam amino.”
"Masih belum dapat dipastikan seberapa sukses sistem ALPS memproses air tersebut. Sekitar 70 persen air di dalam tangki masih harus diproses lebih lanjut. Jadi kita masih belum tahu seberapa efektif (sistem tersebut) nantinya. (Limbah) itu tidak dapat begitu saja dibuang saat ini."
Diguncang oleh gempa bumi bermagnitudo 9,0 dan disusul tsunami pada 11 Maret 2011, PLTN Fukushima Daiichi mengalami peleburan (meltdown) inti reaktor yang melepaskan radiasi, sehingga mengakibatkan kecelakaan nuklir level 7, level tertinggi berdasarkan Skala Kejadian Nuklir dan Radiologi Internasional (International Nuclear and Radiological Event Scale).
Pada April 2021, pemerintah Jepang mengumumkan rencana kontroversialnya untuk membuang air limbah ke Samudra Pasifik.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Tokyo/Seoul.
(XHTV)
Advertisement