Lama Baca 3 Menit

Demi Tingkatkan Angka Kelahiran, Tiongkok akan Izinkan Poliandri dan Prostitusi, Benarkah?

16 June 2020, 10:58 WIB

Demi Tingkatkan Angka Kelahiran, Tiongkok akan Izinkan Poliandri dan Prostitusi, Benarkah?-Image-1

Ilustrasi Poliandri - Image from gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Beijing, Bolong.id - Sejak diberlakukannya kebijakan untuk memiliki satu anak, angka kelahiran di Tiongkok menjadi sangat rendah. Jumlah pria dan wanita pun juga tidak seimbang. Jumlah pria dewasa lebih banyak 15 juta orang daripada jumlah wanita dewasa. Di tambah lagi, banyak wanita Tiongkok yang memilih untuk berkarir sehingga menunda pernikahan dan memiliki anak, melansir dari Washington Post. Hal ini berdampak kepada para pria yang kesulitan untuk menemukan pasangan dan memiliki keturunan. Dalam beberapa dekade ke depan juga dapat menciptakan sebuah krisis yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Tiongkok. 

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Tiongkok telah berupaya untuk meningkatkan lagi angka kelahiran dengan meringankan iuran pajak dan biaya pendidikan, memberikan waktu cuti melahirkan lebih lama, hingga mempersulit proses aborsi dan perceraian. Namun tampaknya usaha tersebut belum membuahkan hasil.  

Selain upaya dari pemerintah Tiongkok, para ahli di universitas Tiongkok, salah satunya profesor ekonomi dari Universitas Fudan (复旦大学) di Shanghai, Yew Kwang Ng (黄有光) juga ikut berkontribusi mencari jalan keluar untuk masalah ini. Beliau menyarankan agar perempuan diperbolehkan untuk memiliki lebih dari satu suami supaya dapat melahirkan beberapa anak. Selain itu, solusi lain yang dicatat profesor Yew Kwang Ng (黄有光) untuk mengatasi ketidaksetaraan gender yang terjadi di Tiongkok adalah legalisasi prostitusi. 

Saran yang diberikan profesor Yew tentu menuai kontroversi di kalangan masyarakat, kebanyakan dari mereka menganggap profesor kelahiran Malaysia itu mendukung praktik poliandri. Namun profesor Yew menegaskan bahwa bukan berarti dirinya mendukung dan mempromosikan praktik poliandri, melainkan dirinya hanya semata-mata berusaha untuk mencari solusi dari permasalahan gender di Tiongkok. Lagipula jika kedua belah pihak setuju melakukannya, maka tidak akan merugikan pihak manapun. 

Beliau juga mengambil ilustrasi kasus pekerja prostitusi untuk memperkuat argumentasinya. Menurutnya, wanita yang selama ini bekerja sebagai pekerja prostitusi saja bisa melayani 10 laki-laki dalam sehari, maka tidak ada salahnya juga kalau seorang istri melayani dua atau tiga suami sekaligus. Pernyataan ini sontak menjadi viral dan berhasil mengundang kritik pedas para wanita di media sosial.*