
Beijing, Bolong.Id - Ilmuwan Tiongkok membuat prediksi akurat mengenai es laut Antartika untuk bulan Desember 2023 hingga Februari 2024 dengan menggunakan metode deep learning.
Dilansir dari 新华网 pada Selasa (26/03/2024) tim peneliti menggunakan jaringan saraf Convolutional Long Short-Term Memory (ConvLSTM) untuk membuat model prediksi es laut Antartika berskala musiman.
Perkiraan mereka menunjukkan bahwa es laut Antartika akan tetap mendekati titik terendah dalam sejarah pada Februari 2024, tetapi ada sedikit indikasi bahwa es laut Antartika akan mencapai rekor terendah yang baru.
Prediksi luas es laut (SIA) dan luas es laut (SIE) untuk Februari 2024 masing-masing adalah 1,441 juta kilometer persegi dan 2,105 juta kilometer persegi, sedikit lebih tinggi daripada titik terendah dalam sejarah yang diamati pada tahun 2023.
Tim yang dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Sun Yat-sen dan Laboratorium Ilmu dan Teknik Kelautan Selatan Guangdong (Zhuhai) ini menyampaikan hasil prediksinya pada bulan Desember lalu.
Hasilnya dipublikasikan di jurnal Advances in Atmospheric Sciences pada awal Februari.
Prediksi mereka kemudian divalidasi oleh pengamatan satelit terbaru untuk bulan Februari. Nilai SIA dan SIE yang teramati untuk bulan Februari 2024 masing-masing adalah 1,510 juta kilometer persegi dan 2,142 juta kilometer persegi.
Menurut para peneliti, perbandingan antara prediksi dan observasi menunjukkan keselarasan yang sangat dekat. Selain itu, luas dan luasan es laut dari bulan Desember hingga Februari berada dalam satu standar deviasi dari nilai prediksi, menggarisbawahi keandalan sistem prakiraan.
Perbandingan yang berhasil antara prediksi dan data observasi memvalidasi keakuratan model ConvLSTM dan potensinya untuk prakiraan es laut Antartika yang andal, kata para peneliti.
"Keberhasilan prediksi kami tidak hanya menggarisbawahi pentingnya memperkuat penelitian prediksi es laut Antartika, tetapi juga menunjukkan potensi aplikasi substansial dari metode pembelajaran mendalam di bidang yang sangat penting ini," kata Yang Qinghua, seorang profesor dari Universitas Sun Yat-sen. (*)
Informasi Seputar Tiongkok
Advertisement
