Lama Baca 5 Menit

Kisah Wu Chuanyu, Atlet Olimpiade Pertama China yang Lahir di Indonesia

31 July 2021, 12:27 WIB

Kisah Wu Chuanyu, Atlet Olimpiade Pertama China yang Lahir di Indonesia-Image-1

Wu Chuanyu (tengah) - Image from Internet. Segala keluhan mengenai hak cipta dapat menghubungi kami

Bolong.id - Pada tahun 1952, ketika Wu Chuanyu (吴传玉) terjun ke air di Stadion Renang Helsinki di babak kualifikasi gaya punggung 100 meter, kerumunan kecil yang menonton di tepi kolam tidak tahu bahwa mereka sedang menyaksikan sejarah.

Sebuah bendera baru berkibar di samping kolam hari itu, saat atlet yang dijuluki ‘ikan terbang’ Tiongkok itu menjadi pesaing Olimpiade pertama yang mewakili Republik Rakyat Tiongkok yang baru. 

Seperti pada tahun 1932, ketika pelari Liu Changchun menjadi atlet pertama yang bersaing untuk Republik Tiongkok di Olimpiade, Wu sendiri mewakili 600 juta orang dari Tiongkok, bertugas memperkenalkan negara baru itu kepada dunia.

Dilansir dari theworldofchinese.com, partisipasi Wu dan RRT memang bersejarah, tetapi jalan menuju Olimpiade 1952 tidaklah mulus. Hanya empat tahun sebelumnya, pada Olimpiade 1948 di London, Wu, yang lahir dari pasangan orang Fujian di Indonesia, sempat berkompetisi untuk Republik Tiongkok. 

Situasi politik yang rumit antara Nasionalis dan Komunis, yang masing-masing mengklaim mewakili seluruh Tiongkok, dimainkan di arena olahraga internasional. 

Sejarawan Xu Guoqi berpendapat bahwa "Kepentingan utama Beijing dalam Olimpiade adalah untuk mencari legitimasi di arena dunia dan mendapatkan pengakuan oleh negara-negara Barat yang saat itu masih diperintah oleh pemerintah Nasionalis di Taiwan."

Dengan dorongan dari Uni Soviet, Feng Wenbin, Sekretaris Liga Pemuda Komunis, menyarankan Perdana Menteri Zhou Enlai untuk mengajukan petisi kepada Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee IOC) untuk mengizinkan RRT menghadiri Olimpiade 1952, selama Nasionalis dilarang. 

"Bahkan jika kami tidak melakukannya dengan baik dalam kompetisi, itu tidak penting," katanya kepada perdana menteri Tiongkok.

Terlepas dari klaim oleh presiden IOC saat itu, Johannes Erdstrom mengatakan, bahwa Organisasi Olimpiade harus mengabaikan pertanyaan rasial, agama dan politik dan tujuan utamanya adalah untuk menyatukan pemuda di seluruh dunia.

Pada bulan Juni, hanya sebulan sebelum olimpiade dimulai, IOC meloloskan proposal yang melarang Taiwan dan Beijing untuk hadir, tetapi ini ditentang oleh kedua belah pihak dan sekutu Perang Dingin mereka. Akhirnya, pada 18 Juli (hanya sehari sebelum upacara pembukaan Olimpiade 1952), IOC menyampaikan undangan kepada kedua pemerintah.

Sementara Nasionalis menolak untuk hadir sebagai protes atas masuknya RRT, pemerintah di Beijing buru-buru mengirim 38 pria dan dua wanita ke Finlandia. Hanya Wu yang datang tepat waktu untuk berpartisipasi dalam acaranya. Tim sepak bola dan bola basket memainkan pertandingan persahabatan non-kompetitif sebagai gantinya.

"Butuh tiga hari tiga malam untuk sampai ke sana," kenang Chen Chengda, anggota tim sepak bola, kepada Reuters pada tahun 2008. "Kami mengibarkan bendera Tiongkok yang baru di desa, tempat kami ditempatkan bersama Soviet, di 'kamp sosialis' yang terpisah. Ini menandai pertama kalinya bendera RRT dikibarkan di Olimpiade."

Wu mampu bersaing, meskipun ia hanya berhasil menempati urutan kelima dalam gaya punggung 100 meter dan gagal lolos ke babak berikutnya. Wu, seorang imigran generasi ketiga yang tidak dapat berbicara sepatah kata pun dalam bahasa Mandarin ketika pertama kali datang ke Tiongkok pada tahun 1940-an. 

Ia pernah menulis surat kepada orang tuanya di Indonesia, “Saya merasakan betapa mulia dan bangganya menjadi orang Tionghoa, menjadi Olahragawan muda era Mao Zedong. Dapat menyumbangkan sesuatu untuk tanah air membuat saya sangat bahagia dan bangga.”

Wu terus memenangkan medali emas dalam gaya punggung 100 meter di Festival Pemuda dan Pelajar Dunia keempat di Bukares pada tahun 1953. Ini adalah kemenangan pertama seorang atlet RRT dalam acara olahraga internasional besar. Tragisnya, dia meninggal dalam kecelakaan pesawat setahun kemudian pada tahun 1954.

Pada tahun 1955, Zhou Enlai datang ke rumah orang tua Wu ketika berkunjung ke Indonesia, memberi tahu mereka, "Putramu meninggal dengan mulia." Mao mengatakan kepada para perenang di tim nasional Tiongkok untuk belajar dari Wu, bertanya kepada mereka, “Sudah lebih dari 3 tahun sejak kematian Wu; bagaimana bisa belum ada yang mampu menyusul Wu Chuanyu?” Rekor nasional Wu dalam gaya punggung 100 meter bertahan selama delapan tahun, hingga tahun 1962. (*)


Informasi Seputar Tiongkok