Lama Baca 3 Menit

Klenteng Thien Le Kong Berumur Ratusan Tahun di Samarinda, Kaltim

10 July 2022, 09:29 WIB

Klenteng Thien Le Kong Berumur Ratusan Tahun di Samarinda, Kaltim-Image-1

Klenteng Thien Le Kong - Gambar diambil dari Internet, jika ada keluhan hak cipta silakan hubungi kami.

Beijing, Bolong.id – Kelenteng Thien Le Kong merupakan rumah ibadah bagi umat Kong Hu Cu di Kalimantan timur, yang terdapat di Jalan Yos Sudarso, Samarinda.  Kabarnya, kelenteng ini merupakan salah satu yang tertua di provinsi setempat.

Bangunan kuno ini dibangun sejak 1903, dan baru rampung tahun 1905. Semua material bangunannya diimpor dari Tiongkok, dengan teknik membangun tanpa paku, hanya menggunakan pasak. 

Diketahui, desain awal kelenteng berbentuk rumah panggung, dikarenakan lokasinya yang berada di pinggir pertemuan muara Sungai Karang Mumus dengan Sungai Mahakam, sehingga rawan terkena banjir.

Seluruh bangunan kelenteng dipenuhi warna merah dan gambar naga. Hanya tiang penyangga bangunan dalam gedung yang didominasi cat hitam dengan ukiran emas.

Menurut Pengurus Kelenteng, Efendy Oetomo, sejak berdiri, bangunan ini masih kokoh, sehingga tidak dilakukan renovasi besar, hanya di-cat ulang saja.

Pendiri bangunan bersejarah ini sendiri, tak lain adalah Oey Khoey Gwan, atau lebih dikenal dengan nama Oey Thjing Tjawan. 

Dilihat dari umurnya, bangunan ini telah melewati tiga era, yaitu era kolonialisme Hindia Belanda, Jepang, hingga era kemerdekaan RI.

Dilansir dari berbagai sumber, kelenteng yang tahun ini memasuki usia 117 tahun tersebut bahkan pernah dibom Jepang saat hendak menghancurkan pabrik minyak goreng yang berada tepat di belakang kelenteng.

Tujuh abad silam, sebuah bukit di muara Sungai Mahakam menjadi saksi bisu sejarah masuknya etnis Tionghoa di bumi Kalimantan Timur. Kala itu, para saudagar dari Tiongkok menjahit layar kapal di perbukitan, yang kemudian dinamai bukit jahitan layar oleh Aji Batara Agung Dewa, pendiri Kerajaan Kutai Kartanegara.

Hilir mudik para pedagang Tionghoa pada abad pertengahan meninggalkan banyak jejak artefak, seperti pecahan guci dan keramik yang kini disimpan di Museum Mulawarman Tenggarong, Kutai Kertanegara.

Kala itu, mereka menempati kawasan tepian Sungai Mahakam dari arah timur muara Sungai Karang Mumus ke arah barat Samarinda, yang sekarang masih dijadikan permukiman warga Tionghoa setempat, yang disebut Pecinan. Tak heran jika di sepanjang tepi sungai ini terdapat banyak bangunan kuno bergaya Tionghoa.

Sejak kedatangannya, interaksi etnis Tionghoa dan masyarakat sekitar terjalin dengan baik. Etnis Tionghoa juga terlibat dalam peperangan melawan kolonialisme demi kemerdekaan Indonesia. (*)


Informasi Seputar Tiongkok