Lama Baca 2 Menit

Analisis Pakar tentang Ketegangan Tiongkok-AS

27 July 2020, 11:58 WIB

Analisis Pakar tentang Ketegangan Tiongkok-AS-Image-1

Bendera Tiongkok-AS - Image from Newsweek

Amerika Serikat, Bolong.id - Dilansir dari The Paper, The Newyork Times, Sabtu (25/7/20), masalah ekonomi dan perdagangan jadi penyebab awal ketegangan Tiongkok-AS. Namun, kemudian tercampur dengan masalah Hong Kong, pandemi COVID-19 dan spionase, meningkatkan intensitas ketegangan.. 

Tidak seperti di masa lalu ketika ketegangan antara Tiongkok dan AS meningkat, Trump dulu-dulu tidak mengancam untuk mengenakan tarif pada produk-produk Tiongkok atau mengambil tindakan lain untuk menghukum perusahaan-perusahaan Tiongkok yang mengekspor produk ke AS.

Tentang ketegangan sekarang, fase pertama dari perjanjian perdagangan kedua negara tercapai pada Januari 2020. Bagian yang paling kontroversial dari hubungan lama antara AS dan Tiongkok tiba-tiba menjadi sangat labil. Alasan untuk ini lebih bersifat politis daripada diplomatik.

Kedua pemerintah telah menginvestasikan waktu dan biaya politik yang sangat besar untuk fase pertama perjanjian. Ketika ketegangan antara kedua negara meningkat lagi, kedua belah pihak tampaknya percaya bahwa perusakan perjanjian tersebut akan membawa mereka lebih banyak kerugian daripada keuntungan.

Bai Bangrui (白邦瑞), seorang pakar Tiongkok di Hudson Institute mengatakan, "Ironisnya, perdagangan telah menjadi bidang kerja sama atau stabilitas." Tetapi masa depan masih penuh ketidakpastian, karena hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik membutuhkan lingkungan politik yang damai dan stabil.

Menurut laporan South China Morning Post pada Sabtu (25/7/20), berdasarkan perjanjian yang dicapai pada Januari, para pejabat dari AS dan Tiongkok diharapkan bertemu setiap enam bulan untuk mengevaluasi implementasi perjanjian tersebut. Sumber anonim mengatakan, tim negosiasi perdagangan Tiongkok-AS diperkirakan akan mengadakan pembicaraan pada Agustus 2020. Pertemuan itu akan menjadi "titik balik penting" untuk memungkinkan kedua pihak menilai pelaksanaan kesepakatan. (*)