Kiri: Tokoh tradisional Luohan oleh Su Xuejin, Kanan: Patung porselen putih kontemporer , Kertas No.1, Karya Su Xianzhong - Image from China Daily
British, Bolong.id - Porselen, karya seni yang digemari aneka bangsa di negara-negara Timur dan Barat sejak zaman Romawi. Pameran porselen putih yang sedang berlangsung dan dipentaskan di London, Inggris hingga Oktober 2020, mencoba untuk membuka dialog antara kuno dan modern.
Pameran spesial, Blanc de Chine, a Continuous Conversation di Museum Victoria & Albert di London menampilkan 31 patung yang dibuat oleh enam seniman kontemporer dari seluruh dunia dan terinspirasi oleh porselen putih dari Dehua.
Dehua adalah sebuah wilayah di provinsi Fujian di pantai timur Tiongkok. Di sana mulai memproduksi keramik selama Dinasti Song (960-1279), dan keterampilan pengrajin lokal dalam membuat porselen dengan glasir berwarna krem mencapai puncaknya selama Dinasti Ming (1368-1644).
Patung-patung dewa religius, vas, dan produk porselen lainnya kemudian diekspor dalam jumlah besar ke Asia Tenggara dan ke Eropa di sepanjang rute perdagangan maritim kuno, menghasilkan nama Prancis "blanc de Chine", atau "putih dari Tiongkok". Dehua masih tumbuh subur sebagai kota porselen terkemuka di Tiongkok hingga hari ini.
Masuknya porselen putih ke pasar Eropa juga menginspirasi koleksi dan patronasi porselen. Augustus II the Strong adalah pencinta porselen Tiongkok yang paling terkenal, dan melalui upaya serta keputusannya itulah pabrik porselen halus Eropa pertama di Meissen, Jerman, didirikan. Sejak itu, pembuatan porselen berkembang pesat di Eropa.
"Selama empat abad, pengrajin porselen telah berbagi semangat warisan, menghormati tradisi dan bahan alami dari tanah," ujar Li Xiaoxin, kurator pameran. "Porselen putih Dehua yang halus mengkomunikasikan estetika oriental dan keindahan abadi.
"Pameran ini mengajak pemirsa untuk bergabung dalam perjalanan yang besar, untuk membenamkan diri dalam pesona karya-karya dan kecerdasan para pembuatnya."
Pameran dipisah menjadi dua bagian. Museum Galeri Tiongkok menampilkan berbagai item porselen Dehua bersejarah, seperti perangkat teh, peralatan makan, dan dekorasi rumah, yang dibuat di Tiongkok dan di Eropa, dipilih oleh Li dari koleksi museum yang ada. Sementara Ceramics Gallery menampilkan karya seni yang diukir oleh enam seniman kontemporer dan terinspirasi oleh "blanc de Chine".
Kedua bagian itu terjalin di beberapa tempat, seperti penjajaran sosok Guanyin (观音, dewi welas asih dalam Buddhisme Tiongkok) dari koleksi museum dengan karya keramik generasi keempat Su Xianzhong (苏献忠) dipertemukan.
Karya eksperimental Su ditampilkan bersama sosok Luohan (罗汉, murid senior Buddhisme) yang dibuat oleh kakek buyutnya Su Xuejin (苏学金), pendiri studio keramik Dehua terkemuka.
Ide penjajaran tersebut 'dihidupkan' secara kebetulan.
“Ketika saya mengunjungi studio Su, saya memberikan kepadanya gambar sosok Luohan dari koleksi museum, dan dia mengenalinya sebagai karya kakek buyutnya. Saya memeriksa benda itu dan menemukan segel Su Xuejin di bagian belakang sosok itu, yang mana mengonfirmasi teorinya,” ujar Li.
Karya Su mewarisi tradisi keluarganya dalam membuat patung Buddha, sambil bereksperimen dengan elemen baru dan gaya avant-garde (karya eksperimental/inovatif, pennghormatan kepada seni).
"Melalui penjajaran ini, pengunjung akan memahami bagaimana tradisi porselen diwarisi, dan bagaimana para pencipta menanggapi tradisi tersebut," kata Li. (*)
Advertisement