Lama Baca 9 Menit

Peluncuran Buku "The End of Poverty" Edisi Bahasa Indonesia Digelar di Jakarta

15 December 2025, 20:38 WIB

Peluncuran Buku

Para tamu menghadiri acara peluncuran buku "The End of Poverty" edisi bahasa Indonesia di Jakarta pada 15 Desember 2025. (Xinhua/Veri Sanovri)

   JAKARTA, 15 Desember (Xinhua) -- Edisi bahasa Indonesia dari buku bertajuk "The End of Poverty" secara resmi dirilis pada Senin (15/12) di Jakarta. Buku ini mengangkat praktik pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan China. Peluncurannya memberikan kontribusi baru bagi pertukaran akademik antara China dan Indonesia dalam bidang pengurangan kemiskinan dan pembangunan, sekaligus membuka platform baru guna memperdalam kerja sama bilateral.

   Ditulis oleh Li Xiaoyun, Li Xiaoyun, profesor senior bidang humaniora sekaligus dekan kehormatan Sekolah Pengembangan Internasional dan Pertanian Global, Universitas Pertanian China (China Agricultural University), buku tersebut didasarkan pada riset dan eksperimen pengentasan kemiskinan selama satu dasawarsa di Desa Hebian di Prefektur Otonom Etnis Dai Xishuangbanna, Provinsi Yunnan, China barat daya. Buku ini secara sistematis merangkum logika praktis dan pengalaman tata kelola China dalam pemberantasan kemiskinan. 

   Selain edisi bahasa Inggris dan Indonesia, buku ini juga telah diterbitkan dalam bahasa Korea, Kazakh, dan Portugis. Edisi-edisi tersebut memperoleh persetujuan dari sejumlah proyek penerjemahan nasional, termasuk Program Penerjemahan Akademik Bahasa Mandarin Dana Ilmu Sosial Nasional dan Proyek Buku Jalur Sutra, sehingga memberikan pengaruh yang luas di berbagai belahan dunia.

   Pan Yue, penerjemah edisi bahasa Indonesia sekaligus peneliti asosiasi di Sekolah Hubungan Internasional, Universitas Ji'nan serta wakil direktur Pusat Penelitian Indonesia, menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang terbesar di Asia Tenggara memiliki banyak kesamaan dengan China dari sisi tahap pembangunan, jumlah penduduk, kondisi geografis, dan budaya. Indonesia menghadapi tantangan seperti ketidakseimbangan pembangunan wilayah, kemiskinan di pedesaan, serta marginalisasi kelompok etnis minoritas. 

   "Pengalaman China dalam pengentasan kemiskinan skala besar melalui identifikasi tepat sasaran, kebijakan terarah, serta mobilisasi seluruh kekuatan sosial memiliki nilai rujukan penting bagi Indonesia. Terutama, model pembangunan partisipatif masyarakat, integrasi pemberantasan kemiskinan berbasis industri dengan pelestarian warisan budaya, serta mekanisme kolaborasi antara pemerintah dan organisasi sosial yang dipaparkan dalam buku ini dapat menjadi inspirasi berharga bagi upaya pengentasan kemiskinan Indonesia."

   Data menunjukkan bahwa meskipun tingkat kemiskinan Indonesia menurun dari 13,33 persen pada 2010 menjadi 9,36 persen pada 2023, sekitar 26 juta jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan pedesaan jauh lebih tinggi dibanding perkotaan, dengan daerah-daerah terpencil, seperti Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Maluku, menghadapi permasalahan berat. Wilayah ini memiliki kesamaan tinggi dengan daerah etnis minoritas perbatasan di China barat daya dalam aspek infrastruktur, kondisi pendidikan, dan pengembangan industri. Oleh karena itu, pengalaman China sangat relevan dan layak didiskusikan dalam konteks Indonesia.

Peluncuran Buku

Pan Yue, penerjemah buku "The End of Poverty" edisi bahasa Indonesia, menyampaikan sambutan dalam acara peluncuran buku di Jakarta pada 15 Desember 2025. (Xinhua/Veri Sanovri)

   Pan Yue menegaskan bahwa penerjemahan dan pengenalan buku ini ke Indonesia tidak hanya mempermudah pertukaran pengalaman pembangunan dan pembelajaran timbal balik antara China dan Indonesia, tetapi juga menjadi referensi penting dalam memperkaya teori dan praktik pengentasan kemiskinan di negara-negara Global South. "Selama ini, teori pengentasan kemiskinan internasional didominasi oleh perspektif Barat. Buku ini secara sistematis menguraikan praktik pemberantasan kemiskinan China dari sudut pandang sosiologi sosial dan politik, menghadirkan suara Global South untuk membangun sistem pengetahuan internasional yang lebih beragam dan inklusif mengenai pengentasan kemiskinan."

   "Pada dasarnya, karya terjemahan ini adalah sebuah deklarasi tindakan," ujar Pan Yue. "Buku ini menekankan bahwa pemberantasan kemiskinan adalah tanggung jawab bersama seluruh umat manusia yang membutuhkan partisipasi pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademisi untuk membentuk sebuah 'simfoni sosial'. Saya berharap buku ini dapat menjadi jembatan yang memperkuat pembelajaran timbal balik antara China, Indonesia, dan negara-negara lain di Global South, memberikan kontribusi positif dalam membangun sistem pengetahuan global tentang pengentasan kemiskinan yang lebih inklusif."

   Komunitas akademik Indonesia pun memberikan apresiasi tinggi terhadap buku ini. Semiarto Aji Purwanto, profesor sekaligus dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), mengungkapkan bahwa nilai penting karya ini tidak hanya terletak pada pencapaian pengentasan kemiskinan China tetapi juga menghadirkan semangat pemerintahan yang pragmatis dan berorientasi pada kepentingan rakyat. "Pengalaman China menunjukkan bahwa keberhasilan sejati bukan hanya soal 'perhitungan' semata, melainkan juga harus 'terlihat' dan 'mudah dipahami'. Konsep pengentasan kemiskinan yang ditargetkan ini memperluas kebijakan publik hingga ke tingkat rumah tangga dan individu, mencerminkan empati dan pemikiran sistemik."

   Dirinya menegaskan bahwa walaupun pengalaman China tidak dapat langsung ditiru, semangat, keberanian, serta logika tata kelola secara menyeluruh merupakan pelajaran berharga bagi Indonesia. "Pengentasan kemiskinan bukan sekadar persoalan teknis, melainkan komitmen kolektif dan perjuangan berkelanjutan atas martabat manusia serta keadilan sosial."

Peluncuran Buku

Li Xiaoyun, penulis buku "The End of Poverty", menyampaikan sambutan dalam acara peluncuran buku di Jakarta pada 15 Desember 2025. (Xinhua/Veri Sanovri)

   Sofyan Sjaf, dekan Fakultas Ekologi Manusia di Institut Pertanian Bogor, dalam kata pengantar yang ditulisnya menyatakan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi terus ditekankan, kemiskinan tetap menjadi luka kolektif yang belum terobati dalam masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan. "Data makroekonomi mungkin menunjukkan perbaikan, namun narasi pedesaan kerap diwarnai marginalisasi dan kelemahan kelembagaan."

   Dia menilai praktik Li Xiaoyun di China memberikan jalan bermakna bagi Indonesia, termasuk membangun sistem data kemiskinan berbasis masyarakat yang akurat, memadukan intervensi ekonomi dengan peningkatan kapasitas sosial, serta mengintegrasikan berbagai kekuatan mulai dari pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, hingga sektor swasta. "Praktik ini sangat sejalan dengan konsep Undang-Undang Desa di Indonesia yang memandang desa sebagai subjek aktif pembangunan, bukan sekadar penerima proyek pasif."

   Zhen Wangda, konselor di Kedutaan Besar China untuk Indonesia, menyampaikan dalam acara peluncuran tersebut bahwa buku ini secara jelas menguraikan akar penyebab kemiskinan dan logika tata kelola efektif berdasar praktik pengentasan kemiskinan di Desa Hebian, Provinsi Yunnan, menampilkan realitas dinamis dari upaya pemerintah China dalam pemberantasan kemiskinan, serta memberikan referensi penting dalam memahami konsep, pendekatan, dan pengalaman China dalam pengentasan kemiskinan.

   Zhen menyoroti bahwa pemberantasan kemiskinan telah menjadi misi utama Partai Komunis China sejak berdirinya Republik Rakyat China. Pada akhir 2020, China secara historis berhasil menghapus kemiskinan absolut, mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2030 tentang pengentasan kemiskinan 10 tahun lebih cepat. "Praktik China menunjukkan dengan gamblang bahwa negara berkembang sepenuhnya mampu memberantas kemiskinan melalui jalur dan pengaturan kelembagaan mereka sendiri. China telah membuktikannya; Indonesia pun dapat melakukannya."

   Sejak 2019, Kedutaan Besar China di Indonesia telah menyelenggarakan lima program pelatihan yang mengundang 100 lebih kepala desa dari Indonesia untuk belajar langsung tentang pengalaman pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan di China. Kedua negara juga menjalin kerja sama pragmatis dalam bidang pertanian dan pelatihan keterampilan vokasi guna mendukung upaya pengentasan kemiskinan Indonesia.

   Para peserta secara umum menilai peluncuran buku "The End of Poverty" edisi bahasa Indonesia bukan sekadar diseminasi prestasi akademik lintas bahasa, melainkan juga bukti nyata pendalaman kepercayaan dan perluasan kerja sama antara China dan Indonesia dalam isu pembangunan Global South. Melalui berbagi pengetahuan dan pertukaran pengalaman, kedua negara diharapkan dapat mendorong lebih banyak dorongan intelektual dan kebijaksanaan praktis dalam upaya pengentasan kemiskinan global serta kerja sama Selatan-Selatan yang berkelanjutan.  Selesai