Tan Deseng - Image from Kompas/Reni Susanti
Bolong.id – Tan Deseng adalah seorang maestro yang namanya begitu disegani dalam dunia kesenian Sunda. Ia mahir memainkan berbagai alat musik, dan sudah lama mengembangkan kesenian Sunda.
Tan Deseng lahir di Pasar Baru, Bandung, pada 22 Agustus 1942. Setelah jadi mualaf, namanya berubah menjadi Mohamad Deseng. Ayahnya adalah seorang pedagang, shinshe, dan juga seniman yang bisa melukis dan memainkan berbagai instrument musik.
Sejak umur 5 tahun, Tan Deseng sudah mahir bermain harmonica dan menium seruling dengan notasi, belajar dari kakaknya, Tan De Tjeng. Tan Deseng kemudian mampu memainkan lagu-lagu Sunda seperti Budak Ceurik (Anak Menangis) di usia muda. Untuk meningkatkan kemampuannya, ia juga berguru kecapi pada Ebar Sobari, Mang Ono, Sutarya, dan dalang Abah Sunarya.
Tidak hanya mahir memainkan alat musik tradisional, Deseng juga piawai bermain gitar dan sempat menjadi pemain gitar di berbagai band di Bandung pada tahun 1950-an sampai 1969-an. Bahkan ia sempat dijuluki sebagai ‘Setan Melodi’. Tan De Seng juga aktif dalam berbebagai macam grup musik seperti Haming Youth, Youth Brothers, Palamar, dan Marya Mustika.
Tan Deseng juga mendirikan grup musik yang bernama Bhakti Siliwangi. Pada tahun 1980-an, Tan deseng juga pernah bermain musik bersama pesinden dari Jakarta, Hj. Titin Fatimah. Kemahirannya dalam memainkan musik-musik Sunda ini kemudian membuatnya dipercaya oleh banyak produser film untuk menggarap aransemen lagu untuk beberapa judul film garapan Tati Saleh, antara lain Si Kabayan, Dukun Beranak, Misteri Jaipong, dan Mat Peci.
Pada Juni 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia meluncurkan sebuah program yang bernama Belajar Bersama Maestro. Dalam program tersebut, Tan Deseng menjadi salah satu maestro kesenian musik, dan mengajarkan serta memberikan bimbingan pada anak-anak dari seluruh Indonesia yang ingin belajar tentang musik, baik itu musik tradisional ataupun modern.
Dalam wawancara bersama penyelenggara acara tersebut, Tan Deseng menyatakan bahwa dirinya sangat bersyukur dilahirkan di tempat yang mempunyai budaya yang indah dan tinggi, satu tempat yang menurutnya sangat luar biasa. Ia berkisah tentang kepekaannya terhadap musik.
Sejak berusia tiga atau empat tahun, ia sudah menerima banyak suara, dari suara musik sampai suara azan. "Saya sangat sensitif terhadap seni musik. Sejak kecil, sejak berusia 3-4 tahun. Saat mendengarkan musik-musik tertentu, seperti azan subuh, waktu kecil saya bisa mengeluarkan air mata. saya gak bisa membedakan azan untuk sembahyang atau musik," kenangnya. (*)
Informasi Seputar Tiongkok
Advertisement