Soe Hok Gie - Image from Liputan6
Bolong.id - Ketika mendengar nama Soe Hok Gie mungkin banyak orang di Indonesia sudah tak asing lagi. Meskipun tidak terlibat langsung dalam pertempuran kemerdekaan, Soe Hok Gie adalah tokoh keturunan Tionghoa yang patut untuk diteladani.
Lahir di Jakarta, 17 Desember 1942, Soe Hok Gie adalah aktivis reformasi yang menentang kediktatoran pemerintahan Indonesia saat itu. Ia sangat gencar menyuarakan pemikirannya melalui tulisan yang dipublikasikan di koran Kompas, Sinar Harapan, Harian Kami, Mahasiswa Indonesia, hingga Indonesia Raya.
Bisa dibilang bahwa Soe Hok Gie adalah salah satu pelopor gerakan mahasiswa yang mengkritisi pemerintah. Bahkan banyak yang meyakini bahwa Gie adalah salah satu kekuatan yang berhasil menumbangkan pemerintahan Soekarno.
November 1964, Mapala Fakultas Sastra VI terbentuk, dan Soe menjadi bagian di dalamnya. Dinihari 30 September 1965, Soe dan teman-teman Mapala-nya meninggalkan Jakarta menuju Jawa Tengah untuk hiking ke Merapi, ketika Gerakan 30 September terjadi.
Beberapa hari kemudian ia baru mengetahui, kelompok kiri telah berusaha melakukan kudeta. Saat Soe kembali ke Jakarta, ibukota benar-benar telah bergolak. Diperparah dengan kenaikan harga bahan bakar, tarif bus dan kereta api, demonstrasi tidak bisa ditahan.
Korban pun jatuh. Dua orang demonstran tewas: Arief Rachman Hakim, mahasiswa kedokteran DI tingkat empat, dan Zubaedah, pelajar sekolah menengah. Soe murka. Peristiwa ini memperkuat tekadnya untuk terus melawan meski nyawa harus melayang.
lni adalah point of no return. Soe Hok Gie pun menjadi bagian tak terpisahkan dari gelombang demonstrasi mahasiswa 1966 yang mengajukan Tritura. Ketika Soekarno akhirnya turun tahta dan Jenderal Soeharto dilantik menjadi Presiden RI, gerakan mahasiswa mengalami cooling down. Tapi Soe Hok Gie tidak.
Ia cermat mengamati bagaimana sepak terjang rezim yang baru itu. Sepanjang tahun 1967, Soe merangkum sepak terjang reformasi ala Soeharto dalam lebih dari 30 artikel. Beberapa tulisannya di paruh kedua tahun itu merupakan hasil analisis yang sangat mengagumkan dari kemampuan Soe Hok Gie mengangkat persoalan sulit dan janggal mengenai arah politik Orde Baru.
Dialah orang pertama yang skeptis terhadap masa depan negara di bawah Orba. Tanggal 16 Desember 1969, enam hari sebelum ulang tahunnya ke-27, Gie meninggal setelah menaklukkan Semeru, akibat semburan gas beracun.
Soe pernah mengekspresikan rasa irinya kepada mereka yang mati muda. Mereka yang mati muda tak sempat kehilangan idealisme. Mereka yang mati muda akan tetap muda selamanya. Dan ia pun mengalaminya.
Gie meninggal di usia yang sangat muda pada tahun 1969, tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27. Ia meninggal ketika mendaki Gunung Semeru bersama dengan teman-temannya.
Saking inspiratifnya, catatan-catatan harian Soe Hok Gie pun dicetak menjadi buku dan difilmkan dengan judul Gie pada tahun 2005.
Selain yang disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak pejuang keturunan Tionghoa lainnya yang mungkin tidak mendapatkan sorotan. Kegigihan mereka patut untuk dikenang dan diteladani. Mari bersama-sama menjaga Indonesia dan hilangkan semua sentimen rasial agar bangsa kita bisa lebih maju di masa depan. (*)
Informasi Seputar Tiongkok
Advertisement