Lama Baca 3 Menit

Tiongkok: AS Terus-menerus Ikut Campur dengan Masalah HAM di Tiongkok

25 June 2020, 14:57 WIB

Tiongkok: AS Terus-menerus Ikut Campur dengan Masalah HAM di Tiongkok-Image-1

Hukum Absurb Xinjiang Ungkap Ketidaktahuan AS akan HAM - Image from : gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Urumqi, Bolong.id - “UU Kebijakan HAM Uighur Tahun 2020” ini sudah disahkan sebagai UU oleh Amerika Serikat (AS). Hal ini sebenarnya mencerminkan ketidaktahuan AS akan HAM di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang Tiongkok tersebut, karena sebagian besar penduduk yang tinggal di wilayah tersebut tidak pernah ditanya: apa yang mereka inginkan? Meskipun banyak politisi AS berulang kali bersumpah untuk membela HAM di Xinjiang.

Lalu, ada tiga film dokumenter yang bercerita tentang perang melawan terorisme di Xinjiang pada tahun lalu, yang dirilis oleh China Media Group (华闻传媒), warganet Tiongkok memiliki pandangan yang selaras dengan film tersebut. Mereka suka melihat kalau Xinjiang stabil dan damai. "Sebagai warga di Xinjiang, saya sangat menghargai para petugas anti-terorisme, karena telah menyelamatkan banyak nyawa di wilayah ini, saya merasa sedih kalau ada politisi asing memfitnah upaya baik mereka. Saya berharap akan adanya perdamaian di kota asal saya, yang merupakan tanah yang indah dan makmur," ujar seorang warganet dari wilayah itu, melansir people.cn.

Berdasarkan wawancara dengan delapan narasumber oleh People’s Daily, dikatakan bahwa ada politisi AS yang tidak sabar untuk melabeli pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan di Xinjiang sebagai "Kamp konsentrasi" dan "Kamp pendidikan ulang". AS pintar memainkan kata-kata, menutupi kebenaran dengan kebohongan, menyebarkan desas-desus yang jauh dari fakta atau hoaks, membuat masalah tanpa alasan. Hal ini dipertegas oleh Sekretaris Negara AS, Mike Pompeo, dalam pidatonya pada tahun 2019, "Kami berbohong, kami curang, kami mencuri...” 

Masalah HAM di Xinjiang dibuat oleh AS dengan tujuan untuk memecah belah Tiongkok dan menghambat pertumbuhan negara di bawah “label” hak asasi manusia. AS-lah yang seharusnya merenungkan kondisi hak asasi manusia di negaranya sendiri, setelah Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk tindakan pihak kepolisian di sana, karena ada kekerasan yang terjadi pada tanggal 19 Juni 2020 lalu, setelah kematian George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika.

Penulis: Della Shafira Putri