Lama Baca 5 Menit

Ini Alasan Harga Batu Bara Terus Melesat, Naik Hampir 10%

02 March 2024, 13:09 WIB

Ini Alasan Harga Batu Bara Terus Melesat, Naik Hampir 10%-Image-1
ilustrasi.

Beijing, Bolong.id - Harga batu bara terus melaju, mencatatkan kenaikan selama delapan hari perdagangan berturut-turut. 

Penguatan ini didorong oleh lonjakan permintaan dari pembangkit batu di tengah banyaknya penutupan tambang serta tingginya lonjakan pasokan seasonal India.

Dilansir dari 央视新闻 Kamis (29/02/24), menurut data dari Refinitiv pada perdagangan Kamis (29/02/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak April ditutup di level US$ 132,25 per ton, mengalami kenaikan sebesar 1,15%. Saat ini, harga batu bara mencapai titik tertinggi dalam 1 bulan terakhir atau sejak 10 Januari 2024.

Kenaikan kemarin juga memperpanjang tren positif harga batu bara menjadi delapan hari beruntun dengan kenaikan 9,52% atau hampir 10%.

Penguatan harga batu bara ini terjadi seiring dengan upaya global untuk menutup pembangkit listrik berbasis batu bara. Negara-negara di seluruh dunia berusaha mempercepat penutupan pembangkit listrik batu bara sebagai langkah menuju energi terbarukan. 

Meskipun demikian, beberapa negara di Asia, seperti China, India, dan Indonesia, masih sangat bergantung pada batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.

Pada 2023, permintaan global untuk batu bara mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, demikian disampaikan oleh International Energy Agency (IEA yang dikutip dari Oil Price. 

Meskipun permintaan global diprediksi turun sebesar 2,3% antara 2023 dan 2026, beberapa ekonomi maju dan berkembang di Asia, seperti China dan India, tetap mengalami peningkatan permintaan.

China, yang telah mengembangkan kapasitas energi terbarukan secara pesat, diharapkan akan menyumbang lebih dari setengah dari ekspansi kapasitas energi hijau global. Diperkirakan bahwa permintaan batu bara China akan turun pada tahun ini dan stabil hingga 2026.

Sementara itu, upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara juga dihadapi oleh tantangan, terutama dalam hal penyelesaian kontrak pembangkit listrik batu bara yang telah ada. 

Beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia, menghadapi kesulitan dalam memutus kontrak ini dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih.

Asian Development Bank (ADB) menciptakan Energy Transition Mechanism (ETM) untuk membantu negara-negara di Asia mencapai tujuan ini. Indonesia, sebagai contoh, meluncurkan rencana teknis dengan pendanaan dari $20 miliar Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah program investasi yang didukung oleh G7 untuk pembangunan berkelanjutan. 

Melalui ETM, Indonesia berencana menutup pembangkit listrik batu bara Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt tujuh tahun lebih awal dari jadwal semula, yaitu pada 2035.

Meskipun beberapa negara Asia berkomitmen pada target iklim yang ambisius, beberapa di antaranya masih sulit untuk mengurangi ketergantungan mereka pada batu bara. 

Perubahan yang signifikan diharapkan tergantung pada seberapa cepat kapasitas energi terbarukan regional dapat dikembangkan, serta dukungan finansial yang diberikan oleh negara-negara kaya untuk menutup pembangkit listrik batu bara lebih awal.

Penguatan harga batu bara juga didorong oleh pembangkit listrik batu bara di India yang me-restock secara masif batu bara pada akhir Februari, meskipun mengalami peningkatan produksi listrik yang mencatatkan rekor untuk memenuhi permintaan yang meningkat dan dampak kekeringan terhadap pembangkit listrik tenaga air.

Menurut Reuters, data Kementerian Energi menunjukkan bahwa pembangkit listrik batu bara mencatatkan produksi rekor sebesar 112 miliar kilowatt-jam pada Januari 2024, naik dari 91 miliar kilowatt-jam pada Januari 2022. Meskipun begitu, persediaan batu bara di pembangkit terus bertambah karena pasokan batu bara melebihi konsumsi.

Pada 26 Februari, stok batu bara di pembangkit mencapai 44 juta ton, naik dari 26 juta ton pada akhir Februari 2022. Persediaan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal selama lebih dari 15 hari, dibandingkan dengan kurang dari 10 hari pada periode yang sama tahun 2022.

Keamanan pasokan batu bara diperkuat oleh peningkatan besar dalam volume batu bara yang diproduksi dari tambang-tambang dalam negeri. Produksi domestik mencapai rekor musiman sebesar 100 juta ton pada Januari 2024, naik dari 80 juta ton pada Januari 2022, menurut Kementerian Batu Bara.

Sebagai langkah mendukung proyek-proyek gasifikasi batu bara, Coal India Limited (CIL) dan Bharat Heavy Electricals Limited (BHEL) telah membentuk kemitraan usaha patungan. 

Proyek ini, yang dijadwalkan akan mulai beroperasi pada 2028-2029 di wilayah Lakhanpur Mahanadi Coalfields Limited (MCL), Odisha, akan menjadi pabrik amonium nitrat berukuran komersial pertama di India yang menggunakan teknologi gasifikasi batu bara permukaan. (*)

 

 

Informasi Seputar Tiongkok.