Kelelawar - Image from kompas.com
Jakarta, Bolong.id - Belum lama ini, virus Nipah ramai dibicarakan karena dikhawatirkan menjadi ancaman pandemi baru di Asia. Seorang ahli virus asal Thailand di Red Cross Emerging Infectious Disease-Health Science Centre, Supaporn Wacharapluesadee, pun saat ini sedang meneliti seberapa besar potensi virus Nipah untuk menjadi pandemi berikutnya di Asia.
Dari hasil analisa sampel spesies pada kelelawar, ditemukan hewan tersebut dapat memicu munculnya pandemi baru seperti virus corona, yaitu virus Nipah. Tingkat kematian virus Nipah ini pun dilaporkan cukup tinggi berkisar 40 hingga 75 persen.
"Ini sangat mengkhawatirkan karena belum ada obatnya dan tingkat kematian yang tinggi akibat virus ini," kata peneliti virus tersebut seperti yang diberitakan BBC.
Virus Nipah ini harus diwaspadai dengan serius karena memiliki gejala klinis yang bervariasi, seperti gangguan pernapasan hingga ensefalitis atau radang otak.
"Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan Virus Nipah dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Didik Budijanto.
Ia menuturkan, beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa kelelawar buah bergerak secara teratur dari Semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara yang paling dekat dengan Malaysia.
Di masa lalu, wabah virus Nipah sebenarnya sudah pernah terjadi di Malaysia (1998) dan India (2018). Menurut catatan WHO, wabah ini sempat menyebar juga ke Singapura dan setidaknya 100 orang dinyatakan meninggal dunia.
Adapun gejala virus Nipah pada umumnya muncul dalam 4 hingga 14 hari setelah infeksi. Gejala awal yang muncul meliputi demam dan sakit kepala yang bisa berlangsung selama 3 hingga 14 hari. Dalam beberapa kasus, gejala virus Nipah ini bisa sangat memburuk sampai pasien mengalami koma dalam rentang waktu sekitar 24 hingga 48 jam saja.
Mengutip laman resmi situs Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (AS), gejala ringan virus nipah berupa demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, sulit bernapas, muntah. Adapula gejala parah seperti disorientasi, mengantuk, atau kebingungan, kejang, koma, pembengkakan otak (ensefalitis) hingga kematian.
Otoritas kesehatan Tiongkok atau China CDC menyebutkan bahwa cara pencegahan penularan virus ini tidak jauh berbeda dengan pencegahan COVID-19, yaitu mencuci tangan dengan benar dan teratur menggunakan sabun dan air. Selain itu, secara khusus, masyarakat dihimbau untuk menghindari area dan kontak dengan kelelawar atau babi yang sakit, hindari konsumsi kurma mentah, hindari konsumsi buah-buahan terkontaminasi, dan hindari kontak dengan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi NiV atau virus Nipah.
Hingga saat ini, masih belum ada obat resmi yang spesifik ditujukan untuk seseorang yang terpapar Virus Nipah. Selama ini perawatan pada pasien hanya meredakan gejala yang muncul.
Akan tetapi, dikatakan bahwa China CDC sedang mengembangkan perawatan imunoterapi untuk pengobatan pasien virus Nipah. Selain itu, remdesivir juga disebut memiliki kemungkinan efektif bekerja pada pasien virus Nipah ketika dibarengi pengobatan imunoterapi. (*)
Advertisement