Dampak corona terhadap ekonomi bidang pariwisata - Image from tirto.id
Tiongkok terkena wabah corona, Indonesia merana. Mungkin bisa dibilang demikian.
Virus corona terus mengganas. Telah menginfeksi ratusan ribu orang di berbagai penjuru dunia. Lebih tragisnya lagi, virus bernama Covid-19 ini telah menewaskan lebih dari 8.980 orang per-hari ini (20/03/2020).
Kasus COVID-19 dikhawatirkan akan terus merebak.
Indonesia telah melaporkan kasus pertamanya setelah Presiden Joko Widodo mengkonfirmasikan dua warga dinyatakan positif terjangkit virus corona sepekan lalu.
Yurianto selaku jubir pemerintah mengenai wabah corona di Indonesia menyatakan, kemarin Kamis (19/03/2020) kasus corona di Indonesia kini sudah meningkat hingga 309 kasus, 25 orang meninggal dan 15 orang sembuh.
Semua berduka. Warga dunia khawatir dan takut terkena wabah mematikan tersebut.
Seluruh negara waspada. Mulai dari memperketat akses masuk, mengeluarkan travel warning, menyetop impor bahan pangan dari Negeri Tirai Bambu, dan langkah lain sebagai antisipasi penyebaran virus corona.
Hal ini-pun memicu perilaku 'panic buying', atau membeli bahan kebutuhan hidup dalam jumlah besar.
Hal semacam ini tak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain di dunia yang juga terdampak wabah corona.
Pandemi virus corona masih akan menjadi momok selagi belum ada obat penawarnya. Virus ini bahkan disebut-sebut ancaman baru yang akan memukul perekonomian global, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan bakal terganggu akibat virus yang ditetapkan WHO sebagai darurat kesehatan dunia ini.
Oleh karena itu, diperlukan solusi konkret dari pemerintah. Sebetulnya apa dampak virus corona ke ekonomi Indonesia? Berikut ulasannya yang telah dirangkum bolong.id.
Sebelumnya kita akan menelisik bagaimana kehidupan di Wuhan setelah mengalami keadaan yang sulit karena diserang wabah virus corona.
Apakah Indonesia akan Seperti Tiongkok?
3000 lebih orang meninggal karena corona di Tiongkok - Image from health.detik.com
Menjalani karantina massal lebih dari satu bulan? Bagaimana nasib warga disana?
Sampai hari ini di Tiongkok, provinsi Hubei melaporkan adanya 80,928 kasus COVID-19 dan 3,245 kematian.
Dari jumlah tersebut, 70,420 pasien sudah dinyatakan sehat kembali dan meninggalkan rumah sakit.
Namun menurut kantor berita Xinhua, situasi keseluruhan masih mengkhawatirkan.
"Walau angka penyebaran sudah berhasil dikurangi, namun pertarungan keseluruhan masih jauh dari selesai," kata Zhou Jiazi, peneliti dari Akademi Ilmu Kedokteran Tiongkok.
Berdampak pada kesehatan mental
Ada tanda-tanda penyebaran virus di Wuhan mulai menurun, namun situasi masih mengkhawatirkan kata pejabat di sana.
Karantina massal yang dilakukan di Tiongkok di seluruh kota dan provinsi, seperti di Hubei dan Wuhan, tentu saja menimbulkan masalah bagi warganya.
Tidak saja secara fisik, menurut laporan media Inggris, 'The Guardian', masalah yang juga dihadapi warga adalah kesehatan mental.
Mengkisahkan dari seorang mahasiswi PhD asal Wuhan di Inggris bernama Wi, Guardian telah melaporkan mengenai keadaan orang tua mahasiswi yang tinggal di Wuhan ini, orangtuanya sudah menjalani karantina selama lebih dari 20 hari.
"Sekarang dengan seluruh Wuhan ditutup, semua transport umum dan mobil pribadi tidak boleh beroperasi, jadi mereka bahkan tidak boleh mengendarai mobil sendiri di jalan," kata Wi.
"Jadi setiap hari mereka hanya di rumah, makan, tidur dan nonton televisi. Itu saja yang bisa mereka lakukan," tambahnya.
Orang tua mahasiswi ini belum mendapatkan keterangan entah sampai kapan mereka harus tetap tinggal di rumah, dan tak keluar kemana-mana yang pastinya akan merasa bosan.
Wi menceritakan sangat khawatir dengan kesehatan dan mental orang tuanya, setelah melihat banyak di media sosial ada yang berkomentar mereka lebih memilih untuk bunuh diri dibandingkan harus menjalani karantina yang lebih lama lagi.
“Musuh terbesar adalah bukanlah virus corona, tapi kesehatan mental."
"Ketika kita harus tinggal dalam sebuah kamar selama setengah bulan, kita tidak bisa keluar atau menghirup udara segar," ujarnya Wi
Jika wabah corona di Indonesia semakin meningkat, maka bisa dipastikan akan mengalami hal yang sama seperti yang terjadi di Wuhan. Akan menjalani karantina. Banyak dampak yang akan dirasakan seperti halnya yang telah dilalui Wi dan orangtuanya.
Bagaimana Warga Wuhan Penuhi Kebutuhan Hidup?
Dengan keadaan kota seperti Wuhan yang semua tempat ditutup dan warga dibatasi pergerakannya, pernahkah anda terpikirkan, bagaimana kehidupan warga di sana dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka?
Apalagi perekonomian negara Tiongkok yang saat itu tidak berjalan sama sekali.
Dilansir dari kantor berita AFP, sebagian warga yang ada di Wuhan mendapatkan makanan dengan menggunakan jasa antar, sejenis ojek online di Indonesia.
Di Tiongkok, untuk komunikasi lewat jejaring sosial yang digunakan adalah WeChat, yang memang saat itu sedang sangat populer di negeri tersebut.
Semenjak kota Wuhan ditutup pada awal tahun lalu, pemerintah masih memperbolehkan warganya untuk meninggalkan kediamannya namun hanya dalam batas tiga hari sekali, sehingga pada saat itu masih ada waktu bagi warga untuk keluar rumah guna membeli bahan makanan untuk disimpan sebagai bahan makanan saat masa karantina.
Supermarket, toko-toko, mall, dan pusat perbelanjaan di kota Wuhan bahkan sudah membuat layanan antar di WeChat, sehingga warga bisa membeli makanan, seperti daging, susu atau sayuran. Dengan memesan di sosial media tersebut.
Di sejumlah kawasan, warga bisa saling berhubungan dan mencukupi kebutuhannya, mereka membeli kebutuhan dan barang dalam jumlah besar, untuk kemudian dikirimkan ke rumahnya masing-masing.
Diceritakan salah seorang warga yang ada di Wuhan bernama Guo Jing menyatakan kepada AFP bahwa melakukan order bersama-sama warga lainnya itua adalah satu-satunya cara untuknya bisa membeli makanan.
Di kawasan pemukimannya, dia mendapat jatah membeli 6 kg sayuran, yang terdiri dari lima jenis sayuran, dengan harga sekitar Rp 100 ribu.
"Kita tidak memiliki pilihan dengan makanan yang akan kita santap," kata Guo.
"Kita tidak memiliki pilihan pribadi lagi."
Hal tersebut mengakibatkan semua perusahaan besar, sekolah, toko-toko dan kegiatan warga ditutup serta tak diperbolehkan keluar rumah.
Sehingga membuat ekonomi Tiongkok diprediksi goyang, tak hanya Tiongkok negara-negara lain yang mengandalkan impor bahan baku atau bahan lainnya dari Tiongkok juga akan terkena dampaknya.
Ekonomi Tiongkok Diprediksi akan “GOYANG”
Dampak corona ekonomi Tiongkok goyang - Image from cermati.com
Ekonomi di Tiongkok diprediksi akan goyang akibat pandemi wabah corona. Beberapa hal ini akan dialami Tiongkok
- Pertama, Tiongkok adalah pemasok barang-barang manufaktur terbesar di dunia, seperti produk tekstil, mesin dan peralatan listrik, hingga komponen dan produk elektronik, di antaranya ponsel, baterai, layar, pengeras suara, sampai pemasok utama Apple dan perakit iPhone.
- Kedua, Tiongkok ‘pemegang rekor dunia,’ yakni sebagai produsen dan eksportir manufaktur terbesar, pasar terbesar untuk barang konsumsi dan barang mewah, dan pengimpor minyak mentah terbesar.
- Ketiga, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok sebesar USD 13,6 triliun. Tiongkok menjadi negara dengan perekonomian raksasa dan terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS)
- Keempat, akibat dari virus corona ini, banyak perusahaan dan pabrik tutup, tidak beroperasi demi mengurangi penularan. Aktivitas ekspor dan impor dari dan ke Tiongkok melempem. Akibatnya produksi jadi mandek. Imbas lain, rantai pasokan ke berbagai negara pun ikut seret.
- Kelima, kegiatan usaha sepi, ekonomi Tiongkok diprediksi bakal terguncang. Ujung-ujungnya merusak pertumbuhan ekonomi dunia.
- Keenam, direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Kristalina Georgieva seperti dilansir dari AFP, memangkas pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 0,1-0,2% menjadi 3,3% di tahun 2020 akibat virus corona.
Dampak Virus Corona Bikin Ekonomi Indonesia “Batuk”
1. Perdagangan loyo
Tiongkok terkena wabah corona, Indonesia merana. Mungkin bisa dibilang seperti ini. Coba lihat saja data neraca perdagangan Indonesia ke Tiongkok per Januari 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Ekspor merosot 12,07% menjadi USD 2,24 miliar. Penurunannya sangat tajam ini terjadi pada ekspor minyak dan gas (migas) dan non-migas.
Sedangkan impor turun sebesar 2,71% menjadi USD 4 miliar. Penurunan paling besar ini terjadi pada komoditas buah-buahan, seperti apel dan anggur. Pantas saja, harga buah ini di pasaran sangat mahal sekali karena sedang melonjak tinggi.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri dilansir dari website resminya menyatakan, bahwa Tiongkok merupakan pengimpor minyak mentah terbesar, salah satunya dari Indonesia.
"Jika impor migas Tiongkok ke Indonesia melorot, tentu saja berdampak negatif terhadap penerimaan negara. Belum lagi harga minyak mentah merosot dalam. Hal ini akan menekan transaksi perdagangan luar negeri dan akun lancar (current account) Indonesia,” ujar Faisal.
2. Pariwisata jadi sepi
Sektor pariwisata paling ketar ketir akibat virus corona. Bagaimana turis, termasuk dari Tiongkok mau datang kalau pemerintahan Xi Jinping melarang warganya bepergian ke luar negeri.
Begitupun dengan Indonesia yang sudah menyetop penerbangan dari dan menuju Tiongkok. Padahal kunjungan turis Tiongkok ke Indonesia merupakan yang terbanyak ketiga setelah wisman asal Malaysia dan Singapura. Jumlahnya mencapai 154,2 juta kunjungan di bulan Desember 2019.
“Data dari World Tourism Organization (UNWTO), warga Tiongkok membelanjakan tak kurang dari USD 277 miliar dari 150 juta perjalanan ke luar negeri. Itu yang terbesar di dunia,” ungkap Faisal.
Berdasarkan data yang diungkapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), akibat larangan ini, turis Tiongkok yang akan datang ke Indonesia, termasuk yang akan ke Bali dan Manado berkurang secara drastis dan kini tinggal kurang dari 500 orang yang datang ke Indonesia.
Bila industri pariwisata sepi, sedikit turis yang datang, hal ini akan mengakibatkan pendapatan negara maupun cadangan devisa dari sektor pariwisata menurun drastis.
Padahal seperti yang kita ketahui cadangan devisa negara itu sangat penting, karena menjadi salah satunya alat stabilisasi mata uang suatu negara. Misalnya jika kurs rupiah menurun dan sedang terpuruk, maka Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi dengan cadev untuk menstabilkan nilai tukar mata uang Garuda tersebut.
Tanggapan Pemerintah Indonesia
Kementerian Keuangan melalui Plt Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Nufransa Wira Sakti mengaku, tekanan ekonomi Tiongkok memang berpotensi memberi efek ke negara-negara mitra, termasuk Indonesia itu sendiri.
Di antaranya di sektor pariwisata, perdagangan internasional dan aliran investasi.
“Kita masih diliputi ketidakpastian. Namun institusi-institusi memperkirakan dampak (virus corona) pada ekonomi Indonesia tidak sebesar negara lain, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Singapura yang punya hubungan lebih besar terhadap ekonomi Tiongkok,” tutur Nufransa dalam keterangan resminya.
Pada saat kegiatan ekspor dan impor menurun akibat dari adanya wabah virus Covid-19 ini, andalan satu-satunya untuk memacu pertumbuhan ekonomi ada pada konsumsi rumah tangga itu sendiri. Sebagai berikut jurus pemerintah dalam mendorong konsumsi rumah tangga sehingga dapat menangkal dampak virus corona pada ekonomi nasional:
1. Pertama, pemerintah akan mempercepat realisasi belanja Kementerian/Lembaga, terutama belanja bantuan sosial (seperti Program Keluarga Harapan/PKH dan kesehatan), serta belanja non operasional.
2. Kedua, akan mendorong pusat-pusat pariwisata melalui berbagai program pendukung, seperti percepatan pembangunan lima destinasi pariwisata super prioritas (Danau Toba, Borobudur, Likupang, Labuan Bajo, dan Mandalika)
3. Ketiga, harus menyiapkan kebijakan fiskal dan non-fiskal untuk menstimulasi sektor pariwisata.
4. Keempat, pemerintah akan mendorong dan mempercepat belanja padat karya untuk kegiatan produktif yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti belanja infrastruktur di pusat dan daerah.
5. Kelima, mengoptimalkan peran APBN sebagai instrumen yang fleksibel dalam merespon situasi ekonomi (countercyclical) dengan tetap dalam batasan yang aman dan terkendali.
6. Keenam, mempercepat penajaman program Kredit Usaha Rakyat (KUR), termasuk perluasan sasaran.
Apa yang Akan Terjadi Pada Dunia Usai Dampak Corona?
Bumi sedang beristirahat - Image from today.line.me
Berdasarkan berita dan juga fakta yang beredar di lapangan, hal-hal yang dapat terjadi pasca wabah coronavirus adalah sebagai berikut:
1. Italia kini tidak akan menjadi negara dengan usia harapan hidup tertinggi di Eropa, dan orang-orang keturunan asli Italia akan berkurang banyak digantikan dengan dominasi oleh imigran.
2. Mosi tidak percaya kepada Tiongkok akan semakin tinggi apabila semakin dipoles dengan politik dagang Amerika yang semakin tinggi sentimennya, namun akan banyak dukungan terutama dari negara-negara Asia.
3. Dari negara Asean yang terpengaruh dampak Covid-19 tampaknya Malaysia yang akan paling berpengaruh pertumbuhan ekonominya, selain dampak instabilitas politik paska pergantian perdana menteri, juga pengaruh lockdown baru-baru ini.
4. Sepertinya banyak negara di dunia yang akan membatasi wisatawan asing asal negara yang terdampak wabah corona paling parah.
5. Karena banyak pembatasan maka berimbas pada pendapatan dari wisata di Indonesia yang akan tetap menurun, namun pemerintah akan mendorong pertumbuhan wisata domestik bagi para warganya sebagai perangsang dan juga mempromosikan bahwa "Indonesia bebas Covid-19"
6. Setelah ditemukannya, Vaksin anti Covid-19 ini sudah dijual bebas secara global, dan virus corona akan menjadi penyakit flu biasa.
7. Pergerakan pasar Dow Jones akan bergairah disertai dengan sentimen positif pasar akan pergerakan ekonomi Indonesia yang baik pasca pandemi Covid-19.
Negara Tiongkok, negara asal corona sekaligus negara yang menjadi sentra pertumbuhan ekonomi dunia, mengalami pertumbuhan secara kencang selama 30 tahun terakhir, namun pertumbuhan ini seolah direm secara mendadak oleh mahluk tak kasat mata berukuran 0,06 mikron, bernama virus corona.
Lockdown yang dilakukan di berbagai daerah Tiongkok, akan berefek besar pada bagian lain negara Tiongkok, membuat wilayah Tiongkok seperti sedang beristirahat sejenak.
Kondisi ini juga akan berdampak pada negara lain yang banyak mengimpor atau ekspor ke Tiongkok.