Lama Baca 3 Menit

Limbah Medis: Potensi Bahaya COVID-19 Banjiri Sungai Cisadane

02 September 2020, 05:00 WIB

Limbah Medis: Potensi Bahaya COVID-19 Banjiri Sungai Cisadane-Image-1

Limbah Medis: Potensi Bahaya COVID-19 Banjiri Sungai Cisadane - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Jakarta, Indonesia - Limbah medis seperti jarum suntik, masker wajah, dan pakaian pelindung terus mengalir di sepanjang Sungai Cisadane. Di tengah pandemi COVID-19 yang mematikan, hal ini memberikan ancaman ganda bagi mereka yang bergantung pada sungai sepanjang 138 kilometer tersebut untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi dan mencuci pakaian.

Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi di Asia Tenggara, dan dalam sepekan terakhir hampir 3.000 kasus COVID-19 baru terus diidentifikasi setiap harinya. Saat virus terus menyebar, limbah medis menumpuk di TPA Cipeucang Tangerang, dilansir dari Reuters, Selasa (1/9/2020). 

Seperti negara-negara lain di dunia, Indonesia telah menyaksikan pandemi membawa peningkatan besar dalam limbah medis, sebuah masalah yang telah menimbulkan keprihatinan di berbagai tempat mulai dari Spanyol hingga Thailand dan India. Bahkan, pada bulan Mei lalu, dinding TPA Cipeucang pun dikabarkan runtuh, mengirimkan berton-ton sampah langsung ke perairan hijau Cisadane.

Berbulan-bulan sejak TPA runtuh, Ade Yunus, pendiri Bank Sampah Sungai Cisadane, telah bekerja untuk membersihkan saluran air. “Kami pertama kali menemukan sampah medis setelah dinding runtuh,” ungkap Yunus. “Awalnya, kami menemukan sekitar 50-60 item setiap harinya.”

Kementerian Kesehatan Indonesia mengakui adanya masalah tersebut, mengatakan bahwa 1.480 ton limbah medis COVID-19 telah diproduksi di seluruh negeri dari Maret hingga Juni 2020, serta mengakui bahwa negara ini belum memiliki fasilitas pengelola limbah medis, tetapi pihaknya kini tengah mencari solusinya.

“Peraturan baru, baru saja disahkan, yang mencakup pedoman seputar pengolahan limbah medis di setiap fasilitas kesehatan,” kata pejabat kementerian, Imran Agus Nurali. Sementara itu, sebagian besar fasilitas kesehatan di Indonesia, termasuk rumah sakit, saat ini mengandalkan pihak ketiga untuk membakar limbahnya.

Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pakar kesehatan masyarakat, menyuarakan bahwa limbah medis dapat menyebarkan penyakit dengan masyarakat di tepi sungai memiliki risiko yang paling tinggi.

“Jika limbah medis ini tersebar di pemukiman warga dekat sungai maka berpotensi mencemari air yang digunakan masyarakat di sana,” kata Mahesa Paranadipa Maikel, pakar epidemiologi dari Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia, “Hal tersebut berpotensi mengakibatkan penularan COVID-19.” (*)