Lama Baca 11 Menit

Ini Dia Beda UU Cipta Kerja Indonesia dengan China

10 October 2020, 19:16 WIB

Ini Dia Beda UU Cipta Kerja Indonesia dengan China-Image-1

Ini Dia Beda UU Cipta Kerja Indonesia dengan China - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Jakarta, Bolong.id - Baru-baru ini masyarakat Indonesia ramai membicarakan Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan pada Senin (5/10/2020) kemarin oleh DPR RI. Dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia.

Yuk, cari tahu beberapa perbedaan UU terkait pekerjaan ini dengan yang diterapkan oleh pemerintah Tiongkok!

  1. Upah Minimum

Salah satu poin yang ditolak serikat buruh dalam UU Cipta Kerja adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan digantikan dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah. Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan, tidak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum. Sementara itu, baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota. Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.

Dilansir dari nhglobalpartners.com, Selasa (6/10/2020), upah minimum di Tiongkok bervariasi berdasarkan apa yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Ini diubah setiap tahun atau setiap dua tahun berdasarkan biaya hidup, tingkat upah rata-rata; dan tingkat perkembangan ekonomi daerah tertentu. Upah minimum ini biasanya terdiri dari upah minimum bulanan dan upah minimum per jam untuk karyawan penuh waktu dan paruh waktu.

Sebagai gambaran, pada Maret 2018, Kongres Rakyat Nasional melalui Rencana Reformasi Kelembagaan Dewan Negara 2018 menaikkan upah minimum di Shanghai mulai 1 April 2018. Rata-rata gaji bulanan di Shanghai, yang menjadi dasar penghitungan pesangon dan asuransi sosial, meningkat 5,2% dari upah minimum sebelumnya. Secara efektif, dengan kenaikan tersebut, rata-rata gaji bulanan di Shanghai sekarang menjadi RMB 7.172 (sekitar Rp15,59 juta). Untuk karyawan paruh waktu, tarif per jam dinaikkan satu yuan per jam, yaitu dari 20 yuan (sekitar Rp43 ribu) menjadi 21 yuan (sekitar Rp45 ribu) per jam.

  1. Jam Lembur

Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu. Ketentuan jam lembur tersebut lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.

Pada UU Kerja Lembur di Tiongkok 8 jam kerja disebutkan bahwa biasanya hari kerja berlangsung hingga delapan jam. Pekerjaan apa pun yang dilakukan setelah batas waktu ini harus dibayar 1,5 kali dari upah kerja normal karyawan. Undang-undang juga mengharuskan lembur pada hari tertentu dibatasi hingga maksimal 3 jam, dan 36 jam per bulan. Jam lembur apa pun yang dilakukan pada akhir pekan harus diberikan kompensasi 2 kali lipat dari upah kerja normal karyawan. Jika seorang karyawan di Tiongkok diharuskan bekerja pada hari libur nasional Tiongkok, ia harus dibayar 3 kali lipat dari gaji kerja normal karyawan.

Ini Dia Beda UU Cipta Kerja Indonesia dengan China-Image-2

Kontrak Kerja - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

  1. Kontrak Kerja

Dalam RUU Cipta Kerja, salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir. Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan. Sebab, jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi. Bahkan, pengusaha dinilai bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.

Undang-undang Ketenagakerjaan di Tiongkok melindungi para pekerja secara umum. Inilah salah satu alasan pemutusan hubungan kerja di Tiongkok cukup sulit. Ada beberapa alasan dimana pengusaha dapat secara legal dan ringkas memberhentikan karyawan tanpa kompensasi dan ada pemutusan hubungan kerja yang mengharuskan pengusaha untuk memberikan uang pesangon.

Berdasarkan Pasal 39, 40 dan 44 Undang-Undang Kontrak Kerja 2008, peengusaha tidak boleh memberhentikan seorang karyawan kecuali karena salah satu dari alasan berikut:

  • Kegagalan untuk memenuhi standar yang diberikan saat perekrutan selama masa percobaan; 
  • Pelanggaran yang parah;
  • Kelalaian serius terhadap tugas atau partisipasi dalam tindakan korupsi yang menyebabkan kerugian;
  • Tindak pidana di luar pekerjaan;
  • Penggunaan paksaan, penipuan, atau posisi oleh karyawan untuk menyebabkan pengusaha mengubah kontrak kerja;
  • Jika seorang karyawan menderita cedera atau sakit dan setelah cuti perawatan medis berakhir, masih tidak dapat melakukan pekerjaan;
  • Ketidakmampuan dalam bekerja meskipun pelatihan atau perubahan posisi;
  • Perusahaan mengalami kebangkrutan;
  • Pencabutan izin usaha, likuidasi sukarela atau diperintahkan untuk ditutup;
  • Karyawan meninggal dunia, atau dinyatakan hilang atau meninggal oleh pengadilan;
  • Berakhirnya kontrak kerja;
  • Kontrak tersebut mungkin tidak lagi dilaksanakan karena adanya perubahan besar pada keadaan obyektif dimana kontrak kerja dilaksanakan, dimana karyawan gagal mencapai kesepakatan.

Jika alasan pemutusan hubungan kerja tidak termasuk dalam alasan yang disebutkan di atas, maka pengusaha harus bernegosiasi dengan karyawan tentang pemutusan hubungan kerja dan hanya dapat melakukannya setelah persetujuan diberikan oleh karyawan.

Masalah pesangon, beberapa alasan pemutusan hubungan kerja memungkinkan pengusaha untuk memberhentikan seorang karyawan tanpa kompensasi. Namun, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Kontrak Kerja 2008, jika karyawan diberhentikan karena salah satu alasan berikut, maka pemberi kerja harus memberinya uang pesangon:

  • Pengunduran diri karyawan karena pelanggaran hak kerja oleh pemberi kerja;
  • Berakhirnya kontrak kerja;
  • Pengusaha dan karyawan sepakat tentang pemecatan dengan pengusaya yang pertama memulai pemecatan;
  • Pemutusan hubungan kerja tersebut karena perusahaan pailit;
  • Pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh pengusaha kecuali karena alasan tertentu, misalnya kesalahan parah karyawan;
  • Penghentian tersebut karena pencabutan izin perusahaan, likuidasi sukarela atau diperintahkan untuk ditutup.

Ini Dia Beda UU Cipta Kerja Indonesia dengan China-Image-3

Waktu Istirahat - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

  1. Waktu Istirahat

Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.

Dilansir dari ins-globalconsulting.com, Selasa (6/10/2020), karyawan di Tiongkok berhak mendapatkan satu hari istirahat penuh dalam jangka waktu tujuh hari. Hari istirahat reguler di Tiongkok biasanya jatuh pada hari Sabtu dan/atau Minggu, meskipun ini bukan persyaratan berdasarkan hukum. Menurut UU Liburan karyawan, cuti tahunan minimum menurut undang-undang didasarkan pada berapa lama karyawan bekerja di perusahaan tersebut. Karyawan yang bekerja kurang dari 1 tahun, tidak mendapatkan cuti. Karyawan yang bekerja dari 1-10 tahun minimal mendapatkan cuti selama 5 hari, karyawan yang bekerja 10-20 tahun mendapatkan cuti selama 10 hari, dan karyawan yang bekerja selama lebih dari 20 tahun mendapatkan cuti minimal selama 15 hari. Cuti tidak termasuk hari istirahat atau hari libur, dan cuti karena sakit memiliki aturan tersendiri.

  1. Perekrutan TKA

Pasal 42 dalam UU Cipta Kerja tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja. Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja.

Sementara itu, Aturan untuk Administrasi Pekerjaan Orang Asing di Tiongkok menyebutkan bahwa pemberi kerja harus mengajukan permohonan izin kerja jika bermaksud mempekerjakan orang asing dan dapat melakukannya setelah mendapat persetujuan dan Lisensi Kerja untuk Orang Asing Republik Rakyat Tiongkok atau Izin Kerja. Orang asing yang mencari pekerjaan di Tiongkok harus memiliki Visa Kerja, mereka dapat bekerja di wilayah Tiongkok hanya setelah mereka memperoleh Izin Kerja untuk Orang Asing dan sertifikat tinggal orang asing. Orang asing yang belum mendapatkan sertifikat kependudukan, yaitu pemegang visa tipe F, L, C atau G, dan mereka yang sedang belajar atau menjalani program sementara di Tiongkok dan keluarga dari pemegang Visa Kerja tidak boleh bekerja di Tiongkok. Dalam kasus khusus, mereka diizinkan bekerja ketika orang asing mengubah statusnya di badan keamanan publik dengan Lisensi Kerja yang dijamin oleh perusahaan sesuai dengan prosedur perizinan, dilansir dari china.org.cn.

Di sisi lain, peraturan dan praktik perdagangan Tiongkok dapat menggerakkan pasar global. Tiongkok masuk ke WTO pada tahun 2001, dalam sekitar 10 tahun keanggotaan WTO, Tiongkok telah berpindah dari negara perdagangan terbesar ke-7 pada tahun 2000 menjadi negara perdagangan terbesar ke-3 di dunia pada tahun 2010. Tiongkok telah menggantikan Jerman sebagai eksportir terbesar. Tiongkok juga merupakan penerima investasi terbesar di dunia, dan penyedia barang manufaktur terkemuka di dunia. Dengan mengimpor berbagai macam barang manufaktur dan komoditas seperti minyak, turbin, mesin listrik, dan plastik, Tiongkok juga telah menciptakan pekerjaan di luar negeri. (*)