Lama Baca 3 Menit

BPOM: Vaksin Sinovac Terbukti Baik, Tidak Ada Efek Samping Kritis

19 December 2020, 13:48 WIB

BPOM: Vaksin Sinovac Terbukti Baik, Tidak Ada Efek Samping Kritis-Image-1

BPOM: Vaksin Sinovac Terbukti Baik - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Jakarta, Bolong.id - Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh China Sinovac Biotech saat ini disimpan di gudang perusahaan farmasi milik negara, PT Bio Farma, di Bandung, Jawa Barat, setelah diterbangkan ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, pada 6 Desember.

Indonesia memiliki pesanan pasti sekitar 160 juta dosis vaksin, 140 juta di antaranya diproduksi oleh Sinovac Biotech. Sisa pesanan diberikan kepada Novavax, sebuah perusahaan Amerika Serikat, kata para pejabat, dilansir dari thejakartapost.com, Sabtu (19/12/2020).

Sementara itu, pemerintah tengah menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat untuk vaksin CoronaVax milik Sinovac tersbeut. BPOM mengatakan akan mengharapkan hasil sementara pada Januari tahun depan. 

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan dalam video yang dipublikasikan di saluran YouTube Forum Merdeka Barat 9 pada hari Kamis (17/12/2020) bahwa badan tersebut sedang mengamati vaksin CoronaVax Sinovac.

Ia menjelaskan, periode observasi biasanya memakan waktu satu, tiga, hingga enam bulan, sehingga izin penggunaan darurat tidak bisa segera dirilis. Namun, dia mengatakan vaksin Sinovac memenuhi standar kualitas untuk memproduksi obat.

"Tidak ada efek samping kritis," tambahnya.

Penny juga menyampaikan bahwa tim pemeriksa vaksin COVID-19 yang terdiri dari BPOM, Kementerian Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan perwakilan dari Bio Farma, telah terbang ke Tiongkok pada 14 Oktober untuk memeriksa kualitas dan status kehalalan kandidat vaksin dari Sinovac dan Cansino.

Selain itu, badan tersebut juga berusaha memeriksa kemanjuran untuk melihat apakah vaksin tersebut meningkatkan antibodi dan menetralkan virus. Periode pengamatan ini meliputi uji laboratorium terhadap sampel darah subjek. “Itu dihitung dari (injeksi) kedua. Subjek akan kembali ke masyarakat dan akan kami periksa berapa kasusnya (muncul),” kata Penny.

Penny menjelaskan bahwa badan tersebut akan mengeluarkan izin sesuai dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dengan tingkat kemanjuran setidaknya 50 persen diperlukan untuk persetujuan vaksin tersebut.

Ini bukan kali pertama BPOM mengeluarkan izin darurat untuk membendung penyebaran COVID-19. Sebelumnya, badan tersebut telah mengeluarkan izin darurat untuk dua obat antivirus, favipiravir dan remdesivir, guna mengobati pasien COVID-19. BPOM juga memberikan izin pada bulan September kepada beberapa perusahaan farmasi untuk memproduksi obat tersebut. (*)