Bagaimana Cara Vaksin Dikembangkan? - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Jakarta, Bolong.id - Saat ini, pandemi COVID-19 masih melanda seluruh dunia dengan total pasien yang telah terinfeksi lebih dari 76 juta jiwa. Lalu bagaimana vaksin tersebut dikembangkan? Bagaimana tahapannya? Simak penjelasan dari WHO berikut ini, yuk!
Apa bahan yang ada dalam vaksin?
Vaksin mengandung fragmen kecil dari organisme penyebab penyakit atau cetak biru untuk membuat fragmen kecil tersebut. Mereka juga mengandung bahan lain untuk menjaga vaksin tetap aman dan efektif. Bahan-bahan tersebut termasuk dalam kebanyakan vaksin dan telah digunakan selama puluhan tahun dalam milyaran dosis vaksin.
Setiap komponen vaksin memiliki tujuan tertentu, dan setiap bahannya harus diuji terlebih dahulu dalam proses pembuatannya. Semua bahan diuji keamanannya.
bahan yang ada dalam vaksin - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Antigen
Semua vaksin mengandung komponen aktif (antigen) yang menghasilkan respon imun, atau cetak biru untuk membuat komponen aktif. Antigen mungkin merupakan bagian kecil dari organisme penyebab penyakit, seperti protein atau gula, atau mungkin keseluruhan organisme dalam bentuk yang lemah atau tidak aktif.
Pengawet (Preservatives)
Bahan pengawet mencegah vaksin terkontaminasi setelah botol dibuka, jika akan digunakan untuk memvaksinasi lebih dari satu orang. Beberapa vaksin tidak memiliki pengawet karena disimpan dalam botol satu dosis dan dibuang setelah dosis tunggal diberikan. Pengawet yang paling umum digunakan adalah 2-phenoxyethanol. Ini telah digunakan selama bertahun-tahun di sejumlah vaksin, digunakan dalam berbagai produk perawatan bayi dan aman untuk digunakan dalam vaksin karena memiliki sedikit toksisitas pada manusia.
Stabilisator (Stabilizers)
Stabilisator mencegah terjadinya reaksi kimia di dalam vaksin dan menjaga agar komponen vaksin tidak menempel pada botol vaksin. Stabilisator dapat berupa gula (laktosa, sukrosa), asam amino (glisin), gelatin, dan protein (albumin manusia rekombinan atau rHA, yang berasal dari ragi).
Surfaktan (Surfactants)
Surfaktan membuat semua bahan dalam vaksin tercampur menjadi satu, berguna untuk mencegah pengendapan dan penggumpalan unsur-unsur yang ada dalam bentuk cair vaksin. Ini juga sering digunakan dalam makanan seperti es krim.
Residu (Residuals)
Residu adalah sejumlah kecil dari berbagai zat yang digunakan selama pembuatan atau produksi vaksin yang bukan merupakan bahan aktif dalam vaksin lengkap. Zat tersebut akan bervariasi tergantung pada proses pembuatan yang digunakan dan mungkin termasuk protein telur, ragi, atau antibiotik. Jejak residu dari zat-zat ini yang mungkin ada dalam vaksin berada dalam jumlah kecil sehingga perlu diukur sebagai bagian per juta atau bagian per miliar.
Pengencer (Diluent)
Pengencer adalah cairan yang digunakan untuk mengencerkan vaksin ke konsentrasi yang benar segera sebelum digunakan. Pengencer yang paling umum digunakan adalah air steril.
Adjuvan (Adjuvant)
Beberapa vaksin juga mengandung adjuvan. Adjuvan meningkatkan respons imun terhadap vaksin, terkadang dengan menyimpan vaksin di tempat suntikan sedikit lebih lama atau dengan menstimulasi sel imun lokal.
Bahan adjuvan ini bisa berupa sejumlah kecil garam aluminium (seperti aluminium fosfat, aluminium hidroksida atau kalium aluminium sulfat). Aluminium telah terbukti tidak menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, dan manusia menelan aluminium secara teratur melalui makanan dan minuman.
Bagaimana vaksin dikembangkan?
Kebanyakan vaksin telah digunakan selama beberapa dekade, jutaan orang menerimanya dengan aman setiap tahunnya. Seperti semua obat, setiap vaksin harus melalui pengujian ekstensif dan ketat untuk memastikan keamanannya sebelum dapat diperkenalkan dalam program vaksin oleh suatu negara.
Setiap vaksin yang sedang dikembangkan harus menjalani pemeriksaan dan evaluasi terlebih dahulu untuk menentukan antigen mana yang harus digunakan dalam memicu respons imun. Fase praklinis ini dilakukan tanpa pengujian pada manusia. Vaksin eksperimental pertama kali diuji pada hewan untuk mengevaluasi keamanan dan potensinya dalam mencegah penyakit.
Jika vaksin memicu tanggapan kekebalan, maka vaksin itu dapat melakukan uji klinis pada manusia dalam tiga tahap.
tahap vaksin dikembangkan - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Tahap 1
Vaksin diberikan kepada sejumlah kecil sukarelawan untuk menilai keamanannya, memastikan tubuh relawan menghasilkan respons imun, dan menentukan dosis yang tepat. Umumnya dalam tahap atau fase ini vaksin diujikan pada relawan dewasa muda yang sehat.
Tahap 2
Vaksin tersebut kemudian diberikan kepada beberapa ratus sukarelawan untuk menilai lebih lanjut keamanan dan kemampuannya untuk menghasilkan tanggapan kekebalan dalam tubuh. Partisipan dalam fase ini memiliki karakteristik yang sama (seperti usia, jenis kelamin) dengan orang yang akan divaksin. Biasanya ada beberapa uji klinis dalam fase ini untuk mengevaluasi berbagai kelompok usia dan formulasi vaksin yang berbeda. Kelompok yang tidak mendapatkan vaksin biasanya dimasukkan juga dalam uji klinis ini sebagai kelompok pembanding untuk menentukan apakah perubahan pada kelompok yang divaksinasi tersebut disebabkan oleh vaksin, atau terjadi secara kebetulan.
Tahap 3
Vaksin ini selanjutnya diberikan kepada ribuan sukarelawan dan dibandingkan dengan kelompok serupa yang tidak mendapatkan vaksin, tetapi menerima produk pembanding untuk menentukan apakah vaksin itu efektif melawan penyakit yang dirancang untuk melindungi dan untuk mempelajari keamanannya dalam kelompok orang yang jauh lebih besar.
Sebagian besar uji klinis fase ketiga dilakukan di banyak negara dan beberapa lokasi dalam satu negara untuk memastikan temuan kinerja vaksin berlaku untuk banyak populasi yang berbeda.
Selama uji klinis fase dua dan fase tiga, relawan dan ilmuwan yang melakukan penelitian tidak mengetahui relawan mana yang telah menerima vaksin yang sedang diuji atau produk pembanding. Ini disebut "membutakan" dan diperlukan untuk memastikan bahwa baik sukarelawan maupun ilmuwan tidak terpengaruh dalam penilaian keamanan atau efektivitas dengan mengetahui siapa yang mendapatkan produk mana. Setelah uji klinis selesai dan semua hasil diselesaikan, relawan dan ilmuwan uji klinis diberi tahu siapa yang menerima vaksin dan siapa yang menerima pembanding.
Ketika hasil dari semua uji klinis ini tersedia, serangkaian langkah diperlukan, termasuk tinjauan kemanjuran dan keamanan untuk mendapatkan persetujuan peraturan dan kebijakan kesehatan masyarakat. Pejabat di setiap negara meninjau dengan cermat data studi dan memutuskan apakah akan mengesahkan vaksin tersebut untuk digunakan.
Vaksin harus terbukti aman dan efektif di seluruh populasi sebelum disetujui dan dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional. Batasan keamanan dan kemanjuran vaksin sangat tinggi, mengingat vaksin diberikan kepada orang-orang yang dinyatakan sehat dan secara khusus bebas dari penyakit.
Pemantauan lebih lanjut dilakukan secara berkelanjutan setelah vaksin diperkenalkan. Terdapat sistem untuk memantau keamanan dan efektivitas semua vaksin. Hal ini memungkinkan para ilmuwan untuk melacak dampak dan keamanan vaksin bahkan ketika vaksin tersebut digunakan pada banyak orang dalam jangka waktu yang lama. Data ini digunakan untuk menyesuaikan kebijakan penggunaan vaksin guna mengoptimalkan dampaknya, dan juga memungkinkan vaksin terlacak dengan aman selama penggunaannya. Begitu vaksin digunakan, harus terus dipantau untuk memastikannya terus aman digunakan di masyarakat. (*)
Advertisement