Lama Baca 3 Menit

Uji Klinis Obat Remdesivir COVID-19 Dibatalkan

13 April 2020, 19:03 WIB

Uji Klinis Obat Remdesivir COVID-19 Dibatalkan-Image-1

Petugas menyusun obat - Image from gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Uji klinis di Tiongkok terhadap obat remdesivir eksperimental pada pasien COVID-19 yang parah telah dibatalkan karena kurangnya jumlah relawan, tetapi percobaan obat lain pada pasien yang sakit ringan masih sedang berlanjut dan hasilnya akan dijadwalkan untuk dirilis pada tanggal 27 April 2020. Kepala peneliti, Cao Bin, menyatakan bahwa percobaan dilakukan dengan memberikan sampel acak, dengan metode double-blind, di mana relawan tidak tahu dosis yang mereka konsumsi, juga menggunakan kelompok plasebo. "Kami telah menjaga ketat kriteria pendaftaran, sebab kami menyadari bahwa hanya dengan menguji pasien-pasien yang didiagnosis sejak dini, kami dapat memastikan kemanjuran uji coba ini," kata Cao Bin, dalam sebuah seminar publik pada tanggal 31 Maret 2020. 

Dalam percobaan Cao Bin, syarat untuk relawan yang mendaftar adalah pasien yang mengalami sakit parah kurang dari 12 hari dari gejala pertama mereka, dan pasien ringan kurang dari 8 hari dari gejala pertama mereka. Ini berarti pasien tidak boleh menerima perawatan lain dan harus cepat mendaftar. Percobaan klinis remdesivir yang dilakukan oleh WHO dan Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat tidak memiliki persyaratan yang sama. New England Journal of Medicine menerbitkan laporan penelitian dari 53 pasien uji klinis di Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Jepang. 

Hasilnya, 36 dari 53 pasien kini menjadi lebih baik. Studi tersebut mengatakan, 17 dari 30 pasien yang menggunakan ventilator, tidak lagi harus memakainya setelah perawatan menggunakan obat ini. Namun, 32 pasien juga melaporkan berbagai efek samping. Efek samping ringan seperti ruam pada kulit, diare, gangguan ginjal dan tekanan darah rendah. Efek samping serius seperti sindrom disfungsi organ dan gangguan ginjal akut. 

Cao Bin menganggap masalah itu ambigu, dengan menyatakan pasien yang menggunakan ventilator tidak lagi membutuhkan alat tersebut tetapi tidak banyak data yang disajikan untuk mendukung bahwa gejala klinis mereka telah membaik. Lan Ke, direktur Laboratorium Negara bagian Virologi di Universitas Wuhan, mengatakan dalam sebuah tinjauan bahwa data dari studi tersebut butuh pengawasan yang lebih ketat, dan para ilmuwan harus lebih memperhatikan efek sampingnya. Efek samping yang serius membuktikan bahwa "obat ini harus digunakan di bawah pengawasan" kata Lan Ke.