Beijing, Bolong.Id - Usai angka kelahiran di Tiongkok turun, kini taman kanak-kanak (TK) di sana kekurangan siswa.
Dilansir dari South China Morning Post, Sabtu (11/02/2023) menurut statistik Kementerian Pendidikan Tiongkok, jumlah TK swasta serta pendaftaran muridnya turun selama dua tahun berturut-turut sejak 2021.
Hal tersebut terjadi seiring dengan anjloknya angka kelahiran di Negeri tirai bambu ini.
Sejak tahun lalu angka kelahiran tembus 9,5 juta bayi. Angka tersebut dinilai turun hampir separuh jika dibandingkan 2016 yang bisa 18,8 juta.
"Tidak ada anak yang mendaftar," kata Liu Dewei, saat membuka TK Beilei di Rongxian, kabupaten di Guangxi, China Selatan yang berpenduduk total 656 ribu jiwa.
lima tahun lalu, anak-anak yang mendaftar di TK Liu sebanyak 140 orang. Tetapi pada tahun 2020, jumlahnya anjlok menjadi hanya sekitar 30 siswa.
Liu awalnya mengira jika penurunan jumlah murid tersebut karena dampak ketakutan anak akan pandemi covid-19. Namun, setelah Beijing mencabut aturan ketatnya akhir tahun lalu, tak ada yang berubah. Sekolah tetap sepi dan jumlah siswa yang mendaftar sedikit.
Melihat kondisi ini, Liu kini mempertimbangkan untuk menutup sekolah anak tersebut.
Liu mengungkapkan jika ini adalah hal terlalu sulit.
Krisis demografi Tiongkok salah satunya memang paling berdampak terhadap sekolah anak. Apalagi, ditambah kurangnya dana negara dan sekolah yang kerap diawasi ketat oleh pemerintah.
Sekolah-sekolah anak ini kini berada dalam bahaya finansial karena penurunan pendapatan dari biaya sekolah.
Lucy Wang, ibu dari dua anak yang tinggal di Shanghai, mengaku telah memperhatikan perbedaan jumlah pendaftaran di TK kedua anaknya.
Ia mengatakan jika ada tujuh kelas ketika anaknya di sana antara tahun 2015 dan 2018, dan saat giliran anak ke-dua perempuannya masuk pada tahun 2021, hanya ada empat kelas dan ukuran kelasnya juga menyusut.
Laporan yang dirilis tahun lalu oleh Sunglory Education Research Institute memperkirakan 30 hingga 50 persen TK yang beroperasi sejak 2020 akan gulung tikar pada 2030. Penutupan sekolah itu imbas penurunan jumlah murid.
Sementara itu Xiong Bingqi, Direktur 21st Century Education Institute, berpesan jika penutupan TK dalam skala besar tak bisa dihindarkan jika rasio guru dan murid tidak berubah.
Perbandingan guru dan murid di Tiongkok saat ini adalah 1:15. Ini merupakan perbandingan yang lebih rendah dari negara maju yang biasanya berkisar antara 1:10 dan 1:5.
"Tetapi jika kita mengambil kesempatan ini untuk meningkatkan rasio tersebut, yang terlalu rendah di banyak bagian Tiongkok, guru-guru tak perlu kehilangan pekerjaan dan kita bisa mendapat pendidikan prasekolah yang lebih berkualitas," kata Xiong.
"Begitu juga dengan perguruan tinggi. Kami melihat banyak universitas dengan kelas besar, 100 atau 200 siswa dalam satu kelas, yang merupakan salah satu masalah utama di balik rendahnya kualitas pengajaran yang kami keluhkan," ucap dia.
Dalam hal ini, pemerintah Tiongkok juga tak segan-segan melakukan upaya dengan segala cara untuk meningkatkan jumlah populasi tersebut.
Seperti salah satunya dengan cara meluncurkan sistem registrasi nasional bagi pasangan untuk mendaftarkan anak mereka ke otoritas lokal guna mendapat asuransi persalinan.
Wanita yang sudah menikah kini juga dapat menyimpan pendapatan mereka selama cuti melahirkan. Bahkan, bagi pasangan yang memiliki anak kedua atau ketiga diberikan hadiah uang tunai oleh pemerintah setempat.(*)
Advertisement