Lama Baca 6 Menit

Belajar Bahasa Mandarin Buka Peluang Luas Bagi Pelajar di Purwokerto, Indonesia

23 May 2025, 10:00 WIB

Belajar Bahasa Mandarin Buka Peluang Luas Bagi Pelajar di Purwokerto, Indonesia-Image-1
Siswa kelas enam belajar dan berlatih kaligrafi Tiongkok di Kelas Konfusius di kampus sekolah dasar Sekolah Puhua di Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia

Bolong.id - Di bawah sinar matahari pagi di kota Purwokerto di provinsi Jawa Tengah, Indonesia, suara anak-anak muda melantunkan syair-syair Mandarin bergema di ruang kelas Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan, sebuah lembaga trilingual yang dikenal dengan nama Sekolah Puhua. Bagi siswa di sini, belajar bahasa Mandarin lebih dari sekadar menguasai bahasa asing, tetapi juga merupakan gerbang menuju kesempatan yang lebih luas.

Dilansir dari 新华社 Rabu (21/05/25), "Di Sekolah Puhua, bahasa Mandarin digunakan untuk mengajar lebih dari sekadar bahasa. Bahasa Mandarin juga digunakan untuk kelas-kelas seperti tari tradisional Tiongkok, bela diri, Di Zi Gui, kaligrafi, dan catur," kata Chen Tao, kepala sekolah tersebut. "Kami bertujuan untuk membina siswa yang berpikiran global dan fasih berbahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris."

Didirikan pada tahun 1906 oleh komunitas Tionghoa setempat, sekolah ini telah berkembang menjadi lembaga internasional penuh waktu yang terdaftar secara resmi di Kementerian Pendidikan Indonesia. Saat ini, sekolah ini menampung lebih dari 950 siswa dan mempekerjakan 24 guru Tionghoa. Kelas TK diajarkan hampir setengahnya dalam bahasa Mandarin, dan siswa di semua tingkatan menerima sedikitnya 10 pelajaran bahasa Mandarin per minggu.

Misi budaya sekolah ini melampaui pengajaran bahasa. Terbuka untuk siswa dari semua latar belakang etnis dan agama, termasuk keluarga Muslim, Sekolah Puhua telah menjadi pusat untuk mempromosikan bahasa dan budaya Tionghoa di Indonesia.

"Pendidikan bahasa Mandarin di sini telah beralih dari pendidikan tambahan menjadi pendidikan umum," kata Lu Xiaoqian, direktur jurusan bahasa Mandarin di sekolah tersebut dan seorang guru dari Provinsi Hebei, Tiongkok. "Ketika saya tiba 20 tahun lalu, sebagian besar siswa adalah etnis Tionghoa. Sekarang, sekitar 35 persen berasal dari latar belakang non-Tiongkok. Orang tua mereka melihat bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua yang praktis untuk kemajuan akademis dan karier masa depan."

Seiring dengan semakin mendalamnya kerja sama Tiongkok-Indonesia di bawah Prakarsa Sabuk dan Jalan, khususnya di bidang infrastruktur, energi baru, dan ekonomi digital, bahasa Mandarin telah memperoleh daya tarik sebagai "aset karier" bagi pemuda Indonesia.

"Berbicara bahasa Mandarin telah membuka peluang bagi saya. Tidak hanya memberi saya pekerjaan bergaji tinggi, tetapi juga rasa hormat," kata guru bahasa Mandarin setempat Opsie Emalia Putri, yang belajar di Tiongkok dan saat ini sedang menempuh pendidikan magister dalam pendidikan bahasa Mandarin internasional.

"Dengan semakin banyaknya perusahaan China yang berinvestasi di Indonesia, permintaan akan talenta lokal yang dapat berbahasa Mandarin pun meningkat," imbuhnya. "Dan kini, semakin banyak keluarga yang melihat bahasa Mandarin sebagai jalan menuju pekerjaan yang lebih baik dan pendidikan internasional."

Bagi Profesor Nuriyeni Kartika Bintarsari, kepala hubungan internasional di Universitas Jenderal Soedirman, mendaftarkan putrinya di Sekolah Puhua merupakan keputusan yang strategis. "China adalah salah satu negara terpenting di dunia dan mitra terdekat ASEAN," katanya. "Kaum muda kita harus memahami China dan berkomunikasi dengan percaya diri."

Ia berharap putrinya akan belajar di Tiongkok, mendapatkan pengalaman global, dan suatu hari berkontribusi untuk memperkuat hubungan bilateral. "Kita membutuhkan generasi dengan visi internasional, pemahaman budaya, dan keterampilan komunikasi," tambahnya.

Salah satu siswa yang sudah menempuh jalur tersebut adalah Oliviti Stefi Salonga yang berusia 18 tahun, yang juga dikenal dengan nama Mandarinnya Zhang Ziyi. Setelah memenangkan juara pertama di divisi Jawa Tengah dalam kompetisi bahasa "Chinese Bridge" pada tahun 2024, ia telah diterima di Universitas Tsinghua.

"Karena saya bisa berbahasa Mandarin, saya sekarang bisa menonton drama Mandarin tanpa subtitle dan menggunakan aplikasi media sosial Mandarin dengan mudah. ​​Luar biasa," katanya. Mimpinya adalah belajar arsitektur di Tiongkok. "Budaya dan desain Tiongkok membuat saya terpesona, terutama tempat-tempat seperti Kota Terlarang, di mana setiap detailnya terasa seperti seni. Tsinghua memiliki salah satu program arsitektur terbaik di dunia."

Kisah Oliviti bukanlah kisah yang unik. Banyak lulusan Sekolah Puhua yang mendaftar di universitas-universitas terkemuka di Tiongkok seperti Fudan dan Xiamen, bergabung dengan perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di Tiongkok di Indonesia, atau kembali ke almamater mereka sebagai guru-guru bahasa Mandarin.

Pada bulan Januari 2025, sekolah tersebut bermitra dengan Universitas Baoding dan Baoding High School Education Group untuk mendirikan Kelas Konfusius pertama di Indonesia yang diselenggarakan di sebuah sekolah menengah. Inisiatif tersebut menyediakan sumber daya pengajaran dan pelatihan terstruktur, serta mendukung integrasi "keterampilan bahasa Mandarin plus kejuruan" ke dalam kurikulum yang lebih luas.

"Seperti yang selalu kami katakan, belajar bahasa Mandarin seperti memegang kunci menuju dunia yang lebih luas," kata Kepala Sekolah Chen. "Dengan momentum pembangunan Tiongkok yang kuat, kami kini memiliki keyakinan yang lebih besar dalam memajukan pendidikan bahasa Mandarin di sini." (*)

Informasi Seputar Tiongkok