Bolong.id - Sejarah Panjang Konflik dan Diplomasi, berikut tentang ringkasan peperangan Tiongkok-Jepang.
Awal Hubungan
Hubungan resmi pertama antara Tiongkok dan Jepang tercatat pada masa Dinasti Han Timur sekitar tahun 57 Masehi. Kaisar Guangwu dari Tiongkok menerima utusan dari Jepang yang membawa persembahan sebagai tanda penghormatan. Sebagai balasan, Kaisar memberikan cap emas kepada penguasa Jepang, menandai awal hubungan diplomatik formal antara kedua negara. Pada masa itu, Tiongkok sebagai kekuatan dominan regional, menganggap Jepang tidak memiliki pengaruh yang signifikan, sementara Jepang yang saat itu masih dalam tahap perkembangan, menganggap hubungan ini sebagai sesuatu yang menguntungkan.
Pada masa Dinasti Wei (220-265 M), hubungan lebih lanjut berkembang ketika Jepang mengirim utusan untuk meminta pengakuan dari Tiongkok. Jepang saat itu berada di bawah pemerintahan Ratu Himiko, yang memanfaatkan hubungan diplomatik ini untuk memperkuat klaim kekuasaannya atas wilayah di kepulauan Jepang. Meskipun Jepang juga menjalin hubungan dagang dengan negara-negara tetangga seperti Wu di Tiongkok Selatan, hubungan diplomatik dengan Dinasti Wei tetap dianggap penting.
Penyebaran Budaya Tiongkok ke Jepang
Pada masa Dinasti Tang (618-907), hubungan antara Tiongkok dan Jepang mencapai puncaknya. Jepang mengirim banyak utusan ke Tiongkok, yang dikenal sebagai 遣唐使("Kento-shi"), untuk mempelajari budaya, hukum, dan teknologi Tiongkok. Ini merupakan masa di mana Jepang sangat dipengaruhi oleh budaya Tiongkok, dari sistem pemerintahan hingga agama Buddha yang berkembang pesat di Jepang.
Jepang bahkan mencontoh sistem ibukota Tiongkok untuk membangun kota Heian-kyō (sekarang Kyoto), yang menjadi pusat kebudayaan Jepang selama berabad-abad. Meskipun ada gesekan antara kedua negara, seperti dalam Perang Sungai Baekgang di mana Jepang membantu kerajaan Baekje di Semenanjung Korea dalam menghadapi pasukan gabungan dari Tang dan Silla, hubungan budaya antara Tiongkok dan Jepang tetap erat.
Persaingan dan Konflik
Seiring waktu, hubungan antara Tiongkok dan Jepang mulai memanas. Pada masa Dinasti Song (960-1279), Jepang mulai mengembangkan perdagangan laut yang lebih aktif dengan Tiongkok. Namun, invasi Mongol pada abad ke-13, yang melahirkan Dinasti Yuan di Tiongkok, membawa ancaman langsung ke Jepang. Kaisar Mongol Kublai Khan melancarkan dua ekspedisi militer besar-besaran untuk menaklukkan Jepang, tetapi kedua ekspedisi tersebut gagal karena perlawanan Jepang yang gigih dan bantuan dari "Kamikaze" atau "angin dewa" yang menghancurkan armada Mongol.
Setelah invasi Mongol, Jepang semakin percaya diri dan mengembangkan identitas nasional yang lebih kuat, sementara Tiongkok berfokus pada masalah internal. Pada periode Dinasti Ming (1368-1644), hubungan kedua negara kembali diuji ketika para bajak laut Jepang, yang dikenal sebagai Wokou, sering menyerang pesisir Tiongkok. Untuk mengatasi ancaman ini, Kaisar Ming Hongwu bahkan memerintahkan larangan perdagangan maritim.
Konflik Modern
Memasuki periode modern, hubungan Tiongkok dan Jepang menjadi lebih rumit. Pada abad ke-16, setelah Jepang mengalami reformasi besar-besaran pada era Meiji, Jepang berambisi untuk menjadi kekuatan besar di Asia. Ambisi ini membawa Jepang pada serangkaian konflik dengan Tiongkok, termasuk Perang Sino-Jepang Pertama pada tahun 1894-1895, yang berakhir dengan kekalahan telak bagi Tiongkok dan penyerahan Taiwan kepada Jepang.
Pada abad ke-20, kedua negara semakin terlibat dalam konflik, dengan Jepang yang melancarkan invasi ke Tiongkok pada tahun 1937, yang dikenal sebagai Perang Tiongkok-Jepang Kedua. Ini adalah salah satu konflik paling berdarah dalam sejarah Asia Timur, di mana Jepang melakukan pendudukan brutal di banyak wilayah Tiongkok, termasuk tragedi Pembantaian Nanking.
Hubungan antara Tiongkok dan Jepang selama dua ribu tahun ini adalah campuran yang kompleks antara pembelajaran, pengaruh budaya, perdagangan, persaingan, dan konflik. Periode perdamaian dan pertukaran budaya yang produktif sering diikuti oleh ketegangan dan peperangan. Dalam pandangan jangka panjang, meskipun kedua negara sering mengalami konflik, hubungan yang mendalam dalam bidang budaya dan sejarah tetap menjadi fondasi penting bagi interaksi mereka di masa depan. (*)
Informasi Seputar Tiongkok