Lama Baca 3 Menit

Joint Statement Prabowo-Xi Jinping yang Tuai Kritik soal LCS

18 November 2024, 08:35 WIB

Joint Statement Prabowo-Xi Jinping yang Tuai Kritik soal LCS-Image-1
Xi Jinping dan Prabowo Subianto

Bolong.id - Tiongkok dan Indonesia baru-baru ini mengeluarkan pernyataan bersama mengenai kerja sama maritim setelah pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping di Beijing. Pernyataan tersebut menjadi perbincangan karena dianggap memiliki kaitan dengan sikap Indonesia terhadap sengketa di Laut Tiongkok Selatan.

Dilansir dari berbagai sumber, pertemuan yang berlangsung pekan lalu itu mencakup pembahasan kerja sama di berbagai bidang, termasuk isu global seperti konflik di Laut Tiongkok Selatan. Salah satu poin dalam pernyataan bersama, yang dirilis oleh media Tiongkok CGTN, menekankan pentingnya kerja sama maritim. 

Kedua negara sepakat untuk meningkatkan proyek maritim bersama, menjaga perdamaian dan kelestarian laut, serta memperbaiki tata kelola maritim. 

Mereka juga mencapai kesepahaman tentang pengelolaan wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih dan sepakat membentuk Komite Pengarah Bersama untuk mengelola kerja sama berdasarkan prinsip saling menghormati, manfaat bersama, dan aturan hukum masing-masing negara.

Namun, poin ini mendapat kritik, termasuk dari Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Ia mempertanyakan apakah klaim tumpang tindih yang dimaksud mencakup klaim Nine Dash Line Tiongkok yang berbenturan dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara. 

Indonesia selama ini menegaskan tidak memiliki sengketa wilayah dengan Tiongkok dan menyatakan bahwa Nine Dash Line bertentangan dengan hukum internasional, seperti UNCLOS. Meskipun demikian, aktivitas kapal Tiongkok yang sering memasuki wilayah Indonesia, khususnya di Natuna, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan.

Hikmahanto menilai jika klaim tersebut diakui sebagai dasar untuk kerja sama, maka sikap Indonesia terhadap klaim sepihak Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan telah berubah secara signifikan. Hal ini memicu diskusi tentang arah kebijakan Indonesia dalam menghadapi isu sensitif di kawasan tersebut.

"Bila memang benar, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak Tiongkok atas Sepuluh [dulu sembilan] Garis Putus telah berubah secara drastis," kata Hikmahanto dalam rilis resmi.

Indonesia selama ini menganggap nine dash line Tiongkok tak sesuai hukum laut PBB atau UNCLOS.

Pengadilan Arbitrase pada 2016 juga sudah juga menolak klaim sepihak Tiongkok.

"Namun dengan adanya joint statement 9 November lalu berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak Tiongkok atas Sepuluh Garis Putus," kata Hikmahanto.

Joint development, lanjut dia, hanya terjadi bila masing-masing negara mengakui zona maritim yang saling tumpang tindih. (*)

Informasi Seputar Tiongkok