Lama Baca 4 Menit

Huawei dan CAS Kerja Sama dalam Pengembangan Teknologi

21 September 2020, 10:00 WIB

Huawei dan CAS Kerja Sama dalam Pengembangan Teknologi-Image-1

CEO Huawei, Ren Zhengfei - Image from The Times

Beijing, Bolong.id - Huawei mengundang para profesional di seluruh Tiongkok, dari lembaga penelitian ternama hingga universitas dan perusahaan, untuk bergabung dalam upaya penelitian teknologi saat raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen itu mencoba merintis jalan keluar dari blokade AS.

Baru-baru ini, eksekutif termasuk pendiri Huawei, Ren Zhengfei (任正非), mengunjungi Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (Chinese Academy of Sciences; CAS) untuk membahas penelitian fundamental dan pengembangan teknologi inti dengan para ahli dan sarjana CAS. Kunjungan itu dilakukan hanya beberapa minggu setelah Ren (任) dan rekan-rekannya mengunjungi empat universitas top Tiongkok untuk meningkatkan pelatihan profesional.

Dalam kunjungan tersebut, Ren (任) mengatakan bahwa Huawei sangat mementingkan kerjasamanya dengan CAS.

“Berdasarkan kerja sama antara Huawei dan CAS saat ini, saya berharap kedua belah pihak dapat memperkuat pertukaran ilmiah dengan sikap yang lebih terbuka, sambil menjajaki batas-batas ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mendorong konversi hasil penelitian menjadi kekuatan ekonomi,” kata Ren (任).

Dekan CAS Bai Chunli (白春礼) juga mencatat CAS telah melakukan kerja sama "berlapis-lapis", "luas", dan "pragmatis" dengan Huawei, dan kerja tim semacam ini telah membuahkan hasil yang baik.

"Saya berharap Huawei dan CAS dapat bekerja sama dengan erat, menggabungkan kemampuan inovasi CAS dan sumber daya Huawei untuk mengeksplorasi teknologi perbatasan," kata Bai (白).

Kunjungan tersebut menunjukkan kehausan Huawei akan solusi menyusul perintah AS yang membatasi pasokan komponen elektronik global ke raksasa teknologi Tiongkok itu, ujar para analis.

"Inventaris chipset Huawei saat ini dapat mempertahankan pangsa pasarnya selama sekitar dua tahun. Setelah itu, kecuali jika Huawei dapat menemukan solusi yang baik untuk mendapatkan pasokan chipset, pangsa pasarnya mungkin goyah, yang akan menjadi ancaman bagi daya saing merek dan bahkan kelangsungan hidup," Sun Yanbiao, kepala firma riset yang berbasis di Shenzhen, N1mobile, mengatakan kepada Global Times pada Minggu (20/9/20).

Itu berarti Huawei harus mengembangkan solusi teknologinya sendiri dalam waktu yang singkat, mendorongnya untuk mencari kerja sama dengan kekuatan akademis dan penelitian di Tiongkok.

"Ini akan menjadi situasi win-win untuk Huawei dan CAS. CAS dapat membantu Huawei dengan peralatan penelitian dan proyek R&D, sementara Huawei dapat mendukung beberapa proyek CAS dengan modal," ujar analis industri veteran Ma Jihua kepada Global Times.

Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa input akan membuahkan hasil, tetapi mengingat teknologi chipset Tiongkok tidak ketinggalan terlalu jauh, Huawei dan mitranya diharapkan dapat menemukan solusi teknologi independen yang memungkinkan Tiongkok memproduksi chipset kelas atas sendiri.

"Menghadapi tindakan keras AS, Tiongkok perlu menyelesaikan kemandirian teknologi hanya dalam waktu sepersepuluh dari waktu normal yang dibutuhkan agar proses semacam itu terjadi. Tetapi Tiongkok harus mencoba," kata Ma.

Dia menambahkan, Tiongkok juga menunjukkan tekadnya dalam kemandirian teknologi kepada dunia, sehingga mendorong perusahaan AS untuk menekan pemerintah AS karena mereka akan mengalami kerugian besar jika Tiongkok dapat membuat semuanya sendiri dan tidak perlu lagi mengimpor produk dari AS.

Pendiri Microsoft, Bill Gates juga mempertanyakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini apakah baik untuk "memaksa Tiongkok menjadi sepenuhnya mandiri", menambahkan bahwa pemotongan pasokan ke Tiongkok akan menyebabkan hilangnya pekerjaan dan AS akan mengalami kerusakan paling serius dalam jangka panjang. (*)