Pelajar Tiongkok yang pulang ke tanah air - Image from gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Saat situasi pandemi seperti sekarang, banyak universitas di Inggris ditutup, hal ini berarti para siswa harus melakukan kegiatan belajar jarak jauh, banyak pelajar Tiongkok memilih untuk pulang. Luo Hannan, seorang mahasiswa S2 Ekonomi Kesehatan di London School of Economics, mengatakan dia beruntung karena dia memutuskan untuk mengambil penerbangan kembali ke Tiongkok lebih awal, dengan menggunakan biaya sebesar 3.252 yuan Tiongkok (sekitar 7 jt rupiah) dari London ke Shanghai lewat Moskow. Luo merasa, ini merupakan hal yang bijaksana, untuk pulang kembali ke rumah, mengingat pedoman keselamatan yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris tidak cukup jelas saat itu. "Saya harus kembali ke Tiongkok, kalau tidak, saya harus memperpanjang visa saya atau membatalkan penerbangan."
Pertimbangan lainnya adalah, apakah mereka bisa menerima perawatan kesehatan yang tepat, yang tidak jelas pada waktu itu, mengingat sumber daya kesehatan sangat terbatas di Inggris."Saya merasa COVID-19 tidaklah terlalu mematikan seperti Ebola, jika saya tertular dalam penerbangan, saya pasti akan mendapatkan perawatan yang tepat dan terjangkau di Tiongkok." Sekarang, karena penerbangan antara kedua negara banyak yang dibatalkan, memesan penerbangan ke Tiongkok dapat menelan biaya yang cukup tinggi, belum lagi akan ada banyak kemungkinan pembatalan.
"Banyak teman Tiongkok saya kesulitan untuk kembali ke Tiongkok," kata Zheng Luyao, seorang pelajar S2 Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Oxford. "Meskipun ada kebijakan karantina selama 14 hari ketika baru sampai, banyak pelajar tetap bertekad untuk pulang ke tanah air. Mereka membayar hingga 6.000 pound (sekitar 118 juta rupiah) untuk membeli tiket, beberapa bahkan membeli banyak tiket penerbangan, karena selalu dibatalkan." Karena banyak pelajar Tiongkok yang tinggal di Inggris sedang menghadapi kesulitan untuk kembali ke Tiongkok, Kementerian Luar Negeri Tiongkok pun akhirnya mengatur penerbangan, melakukan koordinasi dengan Administrasi Penerbangan Sipil Tiongkok untuk menjemput siswa-siswi tersebut pada tanggal 2 April 2020 kemarin.
Bagi Zheng, sulit memutuskan apakah akan kembali ke rumah atau tetap tinggal di Inggris, membutuhkan waktu berhari-hari untuk mendiskusikan pilihannya dengan keluarganya, sebelum akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal. "Saya tidak sendirian tinggal di Inggris, karena saudara saya ada di sini juga. Jadi, jika situasinya benar-benar sudah parah, kami masih memiliki satu sama lain." "Rencana saya adalah bekerja di Inggris, karena saya sudah menerima tawaran pekerjaan juga di sini." Katanya. "Kembali ke Tiongkok dan kembali lagi ke Inggris setelah pandemi malah jatuhnya lebih berisiko. Karena itu saya memilih untuk tetap tinggal dan menyendiri di sini,"kata Zheng.
Di Inggris kini sudah ada lebih dari 220.000 pelajar Tionghoa di 154 universitas dan sekitar 15.000 pelajar Tionghoa di lebih dari 1.000 sekolah swasta Inggris. Bisa dibilang Tiongkok adalah sumber utama pengirim pelajar luar negeri di Inggris, menurut kedutaan Tiongkok di London. Dengan banyaknya siswa Tiongkok di Inggris telah memilih untuk tetap tinggal, kedutaan Tiongkok di Inggris pun melakukan kontak dekat dengan komunitas pelajar di sana dan menanggapi kebutuhan mereka. Kedutaan telah memberi para pelajar Tiongkok di Inggris beberapa "peralatan kesehatan" yang berisi bahan dan pedoman pencegahan pandemi.
Advertisement