Lama Baca 4 Menit

Jejak Peninggalan Tionghoa di Maluku

13 August 2021, 06:40 WIB

Jejak Peninggalan Tionghoa di Maluku-Image-1

Kora-kora - Image from Internet. Segala keluhan mengenai hak cipta dapat menghubungi kami

Bolong.id - Keberadaan orang-orang Tionghoa di Maluku sudah ada sebelum masuknya bangsa Eropa. Menurut data statistik tahun 1930-an, jumlah orang Tionghoa yang berada di Saparua bahkan lebih banyak dibanding orang Jawa. Kala itu, Saparua dihuni oleh 1.015 orang Buton, 273 orang Jawab, dan 359 orang Tionghoa.

Suku Buton, Jawa, dan Tionghoa di kawasan ini memiliki peran masing-masing dalam perekonomian. Orang Buton lebih condong pada usaha perkebunan sebagai petani penggarap. Sementara itu, orang-orang Jawa masuk pada abad ke-14 ketika Kerajaan Majapahit mulai memegang peranan penting dalam politik maritim, sehingga orang-orang Jawa menguasai perdagangan rempah-rempah dengan berpusat di Gresik, Tuban, Sedayu dan Ujung Galuh. Karena memiliki modal yang besar, orang Tionghoa mengontrol sistem perdagangan lokal dan antarpulau di dalam kawasan-kawasan yang kecil seperti Lease, Dobo, Seram Selatan ke Seram Timur, Seram Barat daratan ke Buano, Kelang dan Manipa. Sebab itu, bahkan di daerah yang sulit dijangkau pun dijumpai adanya toko milik etnis Tionghoa yang mengontrol perdagangan berbagai hasil alam, hasil kebun, hasil laut, dan juga penjualan barang kelontong seperti pakaian, nampan, piring, gelas, muk/cangkir, dan lain lain. Secara sosiologis kemudian muncul sebutan kelompok China Saparua, China Dobo, China Banda, dan sebagainya. Perdagangan orang Tionghoa yang kemudian dipelajari orang Buton pun menjadi pendorong suatu jenis usaha baru yaitu menjadi pedagang antar pulau.

Selain itu, armada laut seperti kora-kora atau arumbae diperkirakan merupakan hasil pertukaran teknologi transportasi dari orang Tionghoa kepada masyarakat lokal, jauh sebelum masuknya orang Eropa. Sampai hari ini, perahu-perahu layar yang menjadi alat transportasi antarpulau orang Pulau Damer ke Ambon dipastikan merupakan sisa peninggalan orang Tionghoa. Kesan kuat jejak orang Tionghoa di Pulau Damer pun dapat dilihat dari situs yang ada di Desa Bebar Timur.

Ada pula bendera atau kain yang menjadi bukti peninggalan orang Tionghoa di Maluku. Sebenarnya, tidak ada unsur pengaruh politik langsung dari kerajaan-kerajaan di Tionghoa terhadap kerajaan-kerajaan lokal di Maluku, tetapi budaya bendera kerajaan menunjuk adanya akulturasi budaya orang Tionghoa ke kerajaan-kerajaan lokal di Maluku. Tak ketinggalan, uang koin khas Tionghoa yang dahulu menjadi alat tukar dalam perdagangan pun ditemukan. Lebih jauh lagi, penggunaan kalete, tempat penyimpanan uang berupa kantong dari kain yang dililitkan di pinggang juga merupakan salah satu peninggalan orang Tionghoa dalam praktek berdagang (papalele) dengan orang-orang Ambon-Lease.

Adapun peninggalan orang Tionghoa yang paling populer adalah piring tua, yang dalam adat masyarakat Maluku sering menjadi budaya material yang bermakna sakral karena selalu menjadi alat menebus denda adat atau mas kawin. Selain itu kemampuan membuat tembikar dari bahan tanah liat di Ouw (Pulau Saparua) dapat juga dikategorikan sebagai hasil akulturasi budaya Tionghoa dengan salah salah satu komunitas lokal tertentu. Walau memang hasil tembikar di Ouw tidak semaju bahan porselen Tiongkok, namun teknologi perkakas itu lahir dipengaruhi budaya orang Tionghoa.

Informasi Seputar Tiongkok