
Bolong. id - Pemerintah Tiongkok angkat bicara mengenai polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh, khususnya terkait rencana Indonesia untuk melakukan restrukturisasi utang. Menurut Tiongkok, proyek seperti ini tidak seharusnya dinilai hanya dari sisi keuntungan finansial, tetapi juga dilihat dari dampak positifnya bagi masyarakat luas.
Dilansir dari berbagai sumber, Tiongkok menyatakan bahwa kedua pemerintah Indonesia dan Tiongkok sangat serius mendukung keberlanjutan proyek ini. Koordinasi intensif terus dilakukan antara instansi dan perusahaan dari kedua negara guna memastikan pengoperasian kereta cepat berlangsung aman dan stabil.
Perwakilan dari Tiongkok, Guo Jiakun, menyatakan kesiapan negaranya untuk terus bekerja sama dengan Indonesia demi menjaga kualitas dan operasional kereta cepat Whoosh. Ia juga menyebut bahwa selama dua tahun beroperasi, kereta ini telah berjalan dengan lancar dan aman.
Namun di sisi lain, proyek ini menjadi sorotan karena persoalan finansial. Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, dalam rapat dengan DPR, menyebut proyek Whoosh sebagai “bom waktu”. Hal ini merujuk pada laporan keuangan KCIC semester I 2025 yang mencatat kerugian sebesar Rp1,6 triliun.
Sementara itu, sepanjang 2024, jumlah penumpang hanya mencapai 6 juta orang. Dengan rata-rata tarif tiket sebesar Rp250 ribu, pendapatan kotor hanya sekitar Rp1,5 triliun, belum mampu menutup kerugian yang ada.
Meskipun jumlah penumpang meningkat, keuntungan yang diperoleh tetap kecil karena tingginya biaya operasional dan perawatan kereta cepat, yang memang membutuhkan teknologi tinggi dan investasi besar.
Holding BUMN Danantara kini tengah mencari solusi atas beban utang tersebut. Namun, Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, menegaskan bahwa dividen dari BUMN yang berada di bawah Danantara tidak akan digunakan untuk membayar utang Whoosh, melainkan dialokasikan untuk investasi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa APBN tidak akan digunakan untuk menutup utang proyek ini. Ia percaya bahwa selama struktur pembayaran dirancang dengan baik dan transparan, pihak pemberi pinjaman (CDB) tidak akan mempermasalahkan. (*)
Informasi Seputar Tiongkok
Advertisement
