Lama Baca 3 Menit

COVID-19 Dapat Menyebar Melalui Gigitan Nyamuk?

07 April 2020, 20:05 WIB

COVID-19 Dapat Menyebar Melalui Gigitan Nyamuk?-Image-1

ilustrasi nyamuk dan covid-19 - Image from : gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Seiring dengan tibanya musim semi, suhu pun mulai kembali hangat, terutama di daerah Tiongkok Selatan, di mana jumlah nyamuk juga secara perlahan meningkat. Beberapa orang khawatir bahwa nyamuk akan menjadi bahaya tersembunyi baru dalam penyebaran COVID-19. Chen Xiaoguang, wakil direktur Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Kedokteran Selatan Tiongkok, yang telah lama terlibat dalam penelitian tentang nyamuk dan pencegahan serta pengendalian infeksinya, berpendapat bahwa kemungkinan seperti ini merupakan hal yang sangat langka.

“Setelah COVID-19 menginfeksi tubuh manusia, meskipun dapat masuk ke dalam darah untuk membentu viermia, setelah bereplikasi dalam sel, nyamuk tidak dapat menularkan semua virus ke dalam darah manusia. Untuk dapat menyebarkan virus, dibutuhkan interaksi jangka panjang antara nyamuk dan patogen, beradaptasi satu sama lain dan berevolusi bersama”. Saat ini, tidak ada bukti bahwa COVID-19 dapat menginfeksi dan menyebar melalui nyamuk.

Saat ini, virus yang ditularkan melalui vektor nyamuk antara lain; virus Japanese Encephalitis (Virus JE), virus dengue (Demam Berdarah), virus Zika, Virus Chikungunya, dll. Tetapi, walaupun virus dapat ditularkan oleh nyamuk, tidak semua jenis nyamuk dapat menularkannya. Misalnya, virus demam berdarah biasanya ditularkan oleh nyamuk Aedes, sedangkan nyamuk Culex tidak akan bisa menularkan demam berdarah.

Namun, bagaimana cara COVID-19 bermutasi, juga sangat perlu diperhatikan. "Virus Zika pernah diisolasi dari monyet pada tahun 1947. Namun, tidak sampai beberapa dekade kemudian virus Zika merebak menjadi sebuah epidemi. Penelitian telah membuktikan, bahwa hal itu terjadi karena virus telah bermutasi," kata Chen. Ia percaya bahwa studi tentang rute transmisi virus COVID-19 juga memerlukan studi etiologi, epidemiologi, dan uji klinis yang berkesinambungan dan mendalam.