Lama Baca 5 Menit

Pertemuan Dewan Keamanan PBB, AS, China, Rusia Ribut

26 September 2020, 11:05 WIB

Pertemuan Dewan Keamanan PBB, AS, China, Rusia Ribut-Image-1

Perwakilan Tiongkok untuk PBB, Zhang Jun - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Jakarta, Bolong.id - Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB Kamis (24/9/2020) kemarin, perwakilan Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia berselisih paham ketika membahas pandemi COVID-19. Ketiganya saling tuding atas siapa yang bersalah dalam penanganan virus yang telah menginfeksi lebih dari 32 juta masyarakat dunia ini.

Dalam debat bertajuk "pemerintahan global setelah COVID-19" tersebut, ketiga anggota Dewan Keamanan tersebut memperlihatkan perpecahan mendalam yang kian meningkat sejak virus pertama kali muncul di Kota Wuhan, Tiongkok pada akhir 2019 lalu. Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi (王毅) berulang kali menekankan pentingnya multilateralisme yang berpusat pada PBB. Dia turut menyinggung negara-negara, termasuk AS yang memilih untuk tidak membuat vaksin COVID-19 menjadi barang publik secara global.

"Dalam momen yang penuh tantangan ini, negara-negara besar bahkan lebih berkewajiban mengutamakan masa depan umat manusia, membuang mentalitas Perang Dingin dan bias ideologis, serta bersatu dalam semangat kemitraan untuk mengatasi kesulitan," pungkas Wang, dikutip dari CNN, Jumat (25/9/2020).

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan pandemi dan bencana yang terjadi tidak menghilangkan perbedaan antar-negara, tapi justru memperdalamnya. "Di sejumlah negara, ada godaan untuk mencari (kambing hitam) ke luar negeri bagi mereka yang bertanggung jawab atas masalah internal mereka sendiri," ujarnya. Ia juga menambahkan,"Dan kami melihat upaya dari masing-masing negara dalam menggunakan situasi saat ini untuk memajukan kepentingan sempit mereka, menyelesaikan masalah dengan pemerintah yang tidak diinginkan, atau pesaing geopolitik.” 

Di sisi lain, Duta Besar AS untuk PBB, Kelly Craft, membuka pidatonya dengan pernyataan pedas. "(Saya) malu pada masing-masing dari kalian. Saya heran dan muak dengan isi diskusi hari ini," kata Craft, seraya mengatakan beberapa perwakilan telah menyia-nyiakan kesempatan ini untuk tujuan politik.  "Presiden Trump sudah menjelaskan dengan sangat jelas: Kami akan melakukan apa pun dengan benar, bahkan jika itu tidak populer karena, izinkan saya memberi tahu Anda, ini bukan kontes popularitas," ucapnya.

Craft mengutip pidato Trump pada Selasa (22/9/2020) lalu yang mengatakan bahwa untuk memetakan masa depan yang lebih baik, "kita harus meminta pertanggungjawaban dari negara yang melepaskan wabah ini ke dunia: Tiongkok".

Craft mengakhiri pidatonya dengan mengatakan, satu pelajaran dari pandemi yang dapat diambil adalah perlunya persatuan, bukan perpecahan, serta mendesak anggota dewan untuk bekerja sama dalam transparansi dan dengan itikad baik.

Mengutip Associated Press, menanggapi tuduhan AS, Duta Besar Tiongkok untuk PBB, Zhang Jun, secara tegas mengatakan jika pihaknya menentang dan menolak tuduhan tidak berdasar AS yang ditujukan kepada mereka. "Menyalahgunakan platform PBB dan Dewan Keamanannya, AS telah menyebarluaskan virus politik dan disinformasi, serta menciptakan konfrontasi dan perpecahan," kata Zhang 

"Amerika Serikat harus memahami bahwa kegagalannya dalam menangani COVID-19 sepenuhnya adalah kesalahannya sendiri," lanjutnya, dilansir dari Global Times, Jumat (25/9/2020).

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia pun mendukung Tiongkok dengan menyatakan penyesalannya bahwa Craft menggunakan pertemuan tersebut untuk membuat tuduhan tidak berdasar terhadap salah satu anggota dewan. "Sulit untuk tidak setuju dengan (pernyataan Craft) itu. Tapi sayangnya, inti dari pernyataannya, bentuk dan nadanya, tidak sesuai dengan desakan itu sama sekali," kata Nebenzia.

Keributan tiga perwakilan anggota dewan tersebut datang setelah Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, membuka pertemuan Dewan Keamanan PBB, mengecam kurangnya kerja sama global dalam menangani pandemi yang hingga kini masih di luar kendali.