Sinovac: Apa yang Kita Ketahui Tentang Vaksin COVID-19 China? - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Jakarta, Bolong.id - Ketika perlombaan global untuk memproduksi vaksin COVID-19 berlanjut, Tiongkok tampaknya telah membuat kemajuan besar dengan salah satu pelopor vaksinnya, Sinovac, sudah merambah ke luar negeri.
Pengiriman vaksin CoronaVac dari perusahaan biofarmasi yang berbasis di Beijing, Sinovac, telah tiba di Indonesia untuk persiapan kampanye vaksinasi massal pada pekan lalu, 1,8 juta dosis lagi direncanakan akan tiba pada Januari 2021. Tetapi vaksin tersebut belum menyelesaikan uji klinis tahap akhir, sehingga menimbulkan pertanyaan: apa sebenarnya yang kita ketahui tentang vaksin Tiongkok ini?
CoronaVac adalah vaksin yang tidak aktif, di mana bekerja dengan menggunakan partikel virus yang telah dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa menimbulkan risiko respons penyakit yang serius.
Sementara, vaksin Moderna dan Pfizer adalah vaksin mRNA, di mana bagian dari kode genetik virus corona disuntikkan ke dalam tubuh, memicu tubuh untuk mulai membuat protein virus, tetapi yang disuntikkan bukan keseluruhan virus, hanya cukup untuk melatih sistem kekebalan tubuh untuk menyerang virus tersebut.
"CoronaVac adalah metode (vaksin) yang lebih tradisional dan berhasil digunakan di banyak vaksin terkenal seperti rabies," kata Associate Prof Luo Dahai dari Nanyang Technological University, dilansir dari BBC, Kamis (10/12/2020). "Vaksin mRNA adalah jenis vaksin baru dan (saat ini) tidak ada contoh yang berhasil digunakan dalam populasi," tambah Prof Luo.
Salah satu keunggulan utama Sinovac adalah dapat disimpan di lemari es standar pada suhu 2-8 derajat Celcius, seperti vaksin Oxford, yang dibuat dari virus rekayasa genetika yang menyebabkan flu biasa pada simpanse. Sementara vaksin Moderna perlu disimpan pada suhu -20C dan vaksin Pfizer pada suhu -70C. Ini berarti vaksin Sinovac dan Oxford-AstraZeneca jauh lebih berguna bagi negara berkembang yang mungkin tidak dapat menyimpan vaksin dalam jumlah besar pada suhu rendah seperti itu.
Seberapa efektif vaksin CoronaVac?
Sulit untuk mengatakannya pada saat ini. Menurut jurnal ilmiah The Lancet, saat ini hanya data uji klinis fase satu dan dua dari hasil uji klinis vaksin CoronaVac yang dipublikasikan. Zhu Fengcai, salah satu penulis makalah tersebut, mengatakan bahwa hasil tersebut, yang didasarkan pada 144 peserta dalam uji klinis fase satu dan 600 peserta dalam uji klinis fase dua, menyatakan vaksin itu cocok untuk penggunaan darurat.
Pada bulan September, Mr Yin dari Sinovac mengatakan tes dilakukan pada lebih dari seribu relawan, di mana beberapa hanya menunjukkan kelelahan ringan atau ketidaknyamanan dan presentasenya tidak lebih dari 5%.
Vaksin ini juga memulai uji klinis tahap akhir di Brasil yang telah melaporkan jumlah kematian akibat COVID-19 tertinggi kedua di dunia pada awal Oktober. Uji klinis tersebut dihentikan sementara pada bulan November setelah melaporkan terdapat kematian seorang sukarelawan, tetapi dilanjutkan kembali setelah penyebab kematian itu ternyata tidak ada kaitannya dengan vaksin.
Mitra Sinovac di Brasil, The Butantan Institute, mengatakan pihaknya mengharapkan Sinovac mempublikasikan hasil uji klinis sebelum 15 Desember 2020. Sementara itu, Prof Luo menjelaskan bahwa sulit untuk berkomentar tentang kemanjuran vaksin pada saat ini mengingat terbatasnya informasi yang tersedia. "Berdasarkan data awal... CoronaVac kemungkinan merupakan vaksin yang efektif, tetapi kami perlu menunggu hasil uji klinis fase tiga," katanya.
Berapa dosis yang bisa Sinovac hasilkan dalam setahun?
Sinovac akan mampu memproduksi 300 juta dosis dalam setahun di pabrik produksi seluas 20.000 meter persegi yang baru dibangun.
Seperti semua vaksin lainnya, vaksin ini membutuhkan dua dosis yang berarti saat ini hanya mampu menginokulasi 150 juta orang per tahun. Namun, Sinovac telah mengirimkan dosis vaksin ke Indonesia, Sinovac juga telah mendapatkan kesepakatan lainnya dengan Turki, Brasil, dan Chili.
Sejauh ini, masih belum jelas berapa biaya vaksin tersebut, tetapi awal tahun ini, tim BBC di kota Yiwu Tiongkok menemukan bahwa para perawat memberikan suntikan tersebut dengan biaya sekitar 400 yuan (sekitar Rp859 ribu). Sementara itu, Bio Farma, perusahaan milik negara di Indonesia mengatakan biaya vaksin sekitar 200.000 rupiah secara lokal.
Akan tetapi, harga tersebut masih lebih tinggi daripada vaksin Oxford yang harganya USD4 (sekitar Rp56 ribu) per dosis, tetapi lebih rendah dari Moderna dengan USD33 (sekitar Rp465 ribu) per dosis. Moderna mengatakan akan mengirimkan 500 juta dosis pada tahun 2021 dan AstraZeneca mengatakan akan memproduksi 700 juta dosis pada akhir kuartal pertama tahun 2021. (*)
Advertisement