Lama Baca 5 Menit

Minat Mahasiswa China Kuliah di Amerika Merosot

23 July 2021, 06:26 WIB

Minat Mahasiswa China Kuliah di Amerika Merosot-Image-1

Ilustrasi proses upacara wisuda universitas di AS - Image from Reuters


Beijing, Bolong.id - 2005 hingga 2019, jumlah mahasiswa Tiongkok di Amerika Serikat naik rata-rata 16 kali lipat. Misalnya, di Michigan State University pada 2005 ada 43 mahasiswa S1 asal Tiongkok. Tapi pada 2014 menjadi 4.000 mahasiswa. Kini merosot drastis.

Dilansir dari Sixth Tone, Selasa (20/7/2021), kombinasi COVID-19 dan meningkatnya Sinofobia di AS, membuat siswa internasional Tiongkok menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Di AS, mantan Presiden AS, Donald Trump yang berulang kali menggunakan frasa virus Tiongkok, membuat pelajar Tiongkok di sana mengalami stigma kesehatan masyarakat dan rasisme. 

Selain retorikanya yang membara, pemerintahan Trump mengusulkan dan menerapkan beberapa kebijakan yang secara khusus menargetkan mahasiswa Tiongkok, termasuk mencabut visa mahasiswa pascasarjana Tiongkok dari institusi yang terkait dengan militer. 

Presiden AS lalu berganti ke Joe Biden. Kebijakan Biden membalikkan arah di beberapa area. Tetapi tidak semua. Buktinya, ada penolakan visa baru-baru ini, yang dilaporkan oleh lebih dari 500 mahasiswa pascasarjana Tiongkok di bidang STEM (science, technology, engineering and mathematics).

Citra bahwa AS adalah pusat globalisasi telah diragukan. Terutama setelah krisis COVID-19, yang telah mengungkapkan perpecahan mendalam di dalam masyarakat Amerika. Salah urus pandemi, ditambah dengan munculnya kembali kebencian anti-Asia, telah merusak soft power Amerika.

Amerika masih membanggakan banyak universitas dan perguruan tinggi terbaiknya di dunia. Dibandingkan dengan Tiongkok, yang hanya memiliki tiga universitas di peringkat 100 teratas dari Times Higher Education World University Rankings terbaru. AS punya 40 universitas semacam itu.

Meningkatkan kualitas sistem pendidikan tinggi Tiongkok akan memakan waktu, seperti juga perkembangan sikap dan nilai-nilai seperti, pemikiran kritis dan komitmen terhadap kebebasan akademik. 

Meskipun mereka berkorelasi, kebangkitan pendidikan tinggi Tiongkok tidak selalu dapat diprediksi seperti kebangkitan ekonomi Tiongkok.

Persaingan masuk ke perguruan tinggi yang baik di AS, tetap jauh lebih ketat daripada di Tiongkok. Pendidikan tinggi Amerika masih menjanjikan banyak siswa Tiongkok yang menginginkan pendidikan tinggi berkualitas tinggi, tetapi tidak mampu mendapatkan peluang untuk tes ke salah satu sekolah top di Tiongkok. 

Sementara peluang untuk masuk ke institusi tingkat pertama di Tiongkok hanya 1%, tingkat penerimaan untuk beberapa universitas top-50 di AS bisa mencapai 50%.

Pendidikan tinggi Amerika juga menawarkan banyak hak istimewa yang menarik bagi siswa Tiongkok, termasuk fleksibilitas untuk pindah jurusan atau pindah sekolah. 

Di AS, perguruan tinggi dan universitas biasanya tidak mengharuskan siswa untuk menyatakan jurusan sampai tahun ketiga kuliah, atau bahkan setelahnya. Tetapi masih sangat sulit untuk mengubah jurusan di universitas Tiongkok, karena terkait dengan nilai ujian siswa pada ujian masuk perguruan tinggi. 

Kemampuan siswa untuk pindah sekolah adalah keuntungan lain. Mantan Presiden AS Barack Obama, misalnya, memulai pendidikan sarjananya di Occidental College, kemudian dipindahkan ke Columbia dan lulus dari sana. Perlu juga dicatat bahwa mahasiswa Tiongkok tetap menjadi kumpulan pelamar yang sangat menarik untuk universitas-universitas Amerika. 

Di tingkat sarjana, biaya kuliah yang dibayarkan oleh pelamar Tiongkok membantu menutupi sebagian kekurangan anggaran yang dihadapi oleh universitas-universitas Amerika yang kekurangan uang, terutama lembaga-lembaga publik. 

Di tingkat pascasarjana, mahasiswa Tiongkok di bidang STEM menyediakan sumber daya manusia utama untuk laboratorium penelitian profesor Amerika dan menjadi sumber tenaga kerja STEM masa depan negara itu.

Itulah sebagian alasan mengapa institusi pendidikan tinggi Amerika cenderung menyambut mahasiswa Tiongkok dan bahkan mengadvokasi hak-hak mahasiswa internasional dalam menghadapi pembatasan pemerintah. 

Pendidikan tinggi Amerika sebagian besar mengatur diri sendiri dan menikmati tingkat kemandirian yang relatif tinggi. Misalnya, pada musim panas 2020, lebih dari lima puluh universitas Amerika berhasil menggugat pemerintahan Trump agar dia tidak mencabut visa pelajar internasional yang mengambil kursus online. 

Baru-baru ini, pemerintah AS menarik batas waktu baru yang ketat untuk visa pelajar, sebagian karena tentangan keras dari pemangku kepentingan pendidikan tinggi. (*)