Pak Yaya Dubes RI di Beijing saat Wawancara - Image from Bolong.id
Jakarta, Bolong.id – Ada 18 perguruan tinggi di Tiongkok mengajarkan Bahasa Indonesia. Juga Bahasa Jawa dan Sunda. Itu hasil kerjasama Indonesia-Tiongkok bidang pendidikan. Demikian hasil wawancara eksklusif Wartawan Bolong.id dengan Yaya Sutarya, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar RI di Beijing, Minggu, (01/11/2020).
"Di antara tahun 2019-2020 akhir, ada sekitar 280 mahasiswa Indonesia di sana, atas kerjasama Tiongkok-Indonesia di bidang Pendidikan dan kebudayaan," kata Yaya.
Dijelaskan Yaya, kini lebih dari 70.000 orang Tiongkok dapat berbicara Bahasa Indonesia. Itu lulusan 18 perguruan tinggi tersebut.
Di tahun 2020-2024 akan ada beasiswa dengan kuota 500 mahasiswa program vokasi. “Nantinya 500 orang ini akan diundang untuk belajar di Tiongkok selama 6 bulan, dan saat kembali dapat bekerja di sektor-sektor yang diperlukan.” kata Yaya.
Beasiswa tidak hanya untuk mahasiswa, tapi juga pekerja lapangan. Seperti pemandu wisata. Itu menguntungkan anak muda Indonesia.
Norovirus di Tiongkok, Biasa-biasa Saja
Akhir-akhir ini di Indonesia heboh Norovirus. Menanggapi itu Yaya mengatakan: “Norovirus memang ada di Shaanxi Tiongkok, tapi tidak heboh. Biasa-biasa saja, karena ini bukan bagian corona virus”, ungkapnya.
Menurutnya, awalnya virus ini ditemukan pada seorang mahasiswa Universitas kota Shanxi, namun pemerintah langsung tegas mengamankan keadaan sehingga penyebaran tidak meluas. Pemerintah bekerjasama dengan pihak kampus memastikan Norovirus sudah hilang. Sekarang situasi kota aman.
Soal COVID-19 di Tiongkok, Yaya menjelaskan bahwa situasi sudah kondusif. Tempat wisata mulai di buka sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah ditentukan pastinya, ia juga menyampaikan kunci utama Tiongkok Terbebas dari Virus ini dengan cepat.
“Saat virus itu muncul pemerintah dengan sigap melockdown kota, membangun 6 rumah sakit dengan 13 ribu kapasitas, mangakampanyekan pencegahan COVID-19 dengan tegas.”
“Mobilisasi 42 ribu tenaga medis dan mengalihkan pabrik untuk membuat masker dalam waktu singkat,” ungkapnya.
Dalam menangani COVID-19 pemerintah Tiongkok juga mewajibkan karantina ketat bagi pendatang selama 14 hari, dan kerja sama antar provinsi di Tiongkok yang membantu memasok kebutuhan bagi kota yang di lockdown.
Di saat yang sama pemerintah juga melarang seluruh aktivitas yang berpotensi ngumpulkan banyak orang, seperti sekolah, kerja dan menyelanggarakan event tertentu.
Yaya memaparkan cara agar dampak COVID-19 tidak berdampak jauh bagi ekonomi nasional.
“Tingkok juga melakukan cara agar efek pandemic tidak berdampak besar pada ekonomi masyarkat,” lanjutnya “Dengan memberian stimulus untuk usaha kecil menegah agar tetap stabil, menjaga pasokan logistik masyarakat dan mendistribusikannya secara online juga menyediakan layanan Kesehatan online untuk masyarakat.”
“Yang paling penting Tiongkok juga disiplin untuk masalah penggunaan masker, jaga jarak ,larangan untuk keluar rumah, dan menjual daging hewan liar” pungkasnya.
Pandemi COVID-19 menimbulkan bencana di hampir seluruh bagian dunia. Oleh karena itu pentingnya Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk memerangi COVID-19 sangat dibutuhkan.
Dalam wawancara dengan Tim Bolong.id Yaya juga menjelaskan masalah Pendidikan di Tiongkok.
Mengawal kebijakan pemerintah Tiongkok di bidang Pendidikan Yaya mengungkapkan “Jadi memang untuk saat ini semua mahasiwa internasional tidak bisa masuk ke Tiongkok dan pembelanjaran berlanjut dengan system daring.”
Sistem daring yang dilakukan hampir di semua instansi dalam jangka waktu hampir setahun ini, membuat mahasiswa Internasional meminta untuk segera kembali ke Tiongkok dan belajar tatap muka secepatnya. (*)