Lama Baca 3 Menit

Riset Arkeologi, Kemenyan Sudah Dijual pada Dinasti Tang

23 May 2022, 08:35 WIB

Riset Arkeologi, Kemenyan Sudah Dijual pada Dinasti Tang-Image-1

Penemuan - Gambar diambil dari Internet, jika ada keluhan hak cipta silakan hubungi kami.

Beijing, Bolong.id - Anrkeolog Tiongkok menemukan, dari temuan fosil, bahwa dupa sudah diperdagangkan pada Dinasti Tang (618-907). Lalu lintas perdagangannya melewati Jalur Sutra kuno.

Dilansir dari 网易 pada Sabtu,(21\05\22), itu berdasar studi yang dilakukan bersama University of Chinese Academy of Sciences (UCAS), Museum Istana dan Museum Kuil Famen. Hasil riset diterbitkan online di Prosiding National Academy of Sciences.

Para peneliti menganalisis tiga sampel dupa yang ditemukan di istana bawah tanah di Kuil Famen, sebuah kuil berpengaruh yang terletak di Provinsi Shaanxi, Tiongkok barat laut. Lokasi itu terkenal sebagai tempat sarira tulang jari suci Buddha Sakyamuni.

Dupa, dari zat aromatik kuning dari satu sampel diidentifikasi sebagai elemi, yang umum di negara-negara Asia Tenggara dan Tiongkok tenggara. Ini adalah bukti fisik pertama dari elemi di Dinasti Tang yang ditemukan di Tiongkok, kata Ren Meng, dengan Museum Istana.

Sampel lain diidentifikasi sebagai senyawa gaharu dan kemenyan, memberikan bukti paling awal dari Hexiang (pencampuran aromatik) di Tiongkok kuno.

Kemenyan terutama didistribusikan di sepanjang pantai Laut Merah, Semenanjung Arab dan India. Kemenyan di Indonesia biasa dibakar untuk acara ritual tradisional.

Studi tersebut menemukan bahwa kemenyan dan produknya telah diperkenalkan ke Chang'an pada Dinasti Tang, yang sekarang disebut Xi'an, tambah Ren.

Penelitian tersebut mengkonfirmasi bahwa aromatik yang ditemukan di kuil tersebut diperkenalkan dari luar negeri ke ibukota kuno Tiongkok melalui Jalur Sutra melalui darat atau laut dan digunakan di istana bawah tanah untuk memuja sarira. 

Ini adalah kesaksian sejarah kemakmuran Jalur Sutra, perdagangan dupa yang berkembang pesat, dan perkembangan agama Buddha selama periode itu, kata Yang Yimin, seorang profesor di UCAS. (*)