Lama Baca 2 Menit

Kebaya Encim, Akulturasi Budaya Betawi-Tionghoa-Belanda

23 August 2021, 13:58 WIB

Kebaya Encim, Akulturasi Budaya Betawi-Tionghoa-Belanda-Image-1

Model mengenakan kebaya encim - Image from Internet. Segala keluhan mengenai hak cipta dapat menghubungi kami

Bolong.id - Kebaya, salah satu pakaian tradisional bagi perempuan Indonesia, memiliki beberapa model yang berbeda dan salah satunya adalah kebaya encim. Dan ternyata kebaya ini merupakan hasil dari akulturasi budaya Betawi, Tionghoa, dan Belanda.

Kebaya encim adalah sebuah pakaian tradisional Betawi yang sudah ada sejak kurang lebih 500 tahun lalu. Namun dengan seiring perkembangan zaman dan budaya, kebaya encim pun dipengaruhi oleh budaya Tionghoa dan Belanda pada abad ke-19.

Menurut antropolog Dyah Wara, sebutan asli kebaya encim adalah kebaya nyonya. Sebutan “nyonya” merujuk pada nyonya-nyonya besar dari kalangan atas lokal maupun Belanda yang biasa mengenakan pakaian ini. Awalnya, harga pakaian ini pun juga cukup mahal dan hanya dikenakan pada acara-acara penting. Dan seringkali berwarna putih.

Kemudian, perempuan Tionghoa berperan dalam memassalkan penggunaan kebaya nyonya sehingga harganya pun menjadi lebih terjangkau. Nama kebaya nyonya pun perlahan-lahan berubah menjadi kebaya encim. Menurut Dyah, kata “encim” berasal dari bahasa Hokkian, suku Tionghoa yang paling dominan di Batavia pada saat itu.

Kreasi ulang pun dilakukan oleh perempuan Tionghoa dalam segi warna dan motif kebaya. Karena orang Tionghoa percaya bahwa warna putih melambangkan duka, mereka pun menggantinya dengan warna merah dan emas yang melambangkan keberuntungan dan kejayaan. Motif burung Phoenix dan burung merak pun juga seringkali ditambahkan untuk menghias kebaya encim. (*)


Informasi Seputar Tiongkok